Langsung ke konten utama

#CatatanCakrawala - Sebuah Perjalanan Tak Terduga di Hulu Kabupaten Kapuas #Masuparia

Desa Masuparia
Masupa Ria, adalah salah satu Desa yang berada di hulu Kapuas, tepatnya di hulu Sungai Mendaun anak Sungai Kapuas. Sekedar Informasi Desa terujung di Sungai Kapuas adalah Tumbang Bukoi, dan Desa yang berada di Muara Sungai Kapuas adalah Desa Batanjung. Keduanya berada di Kabupaten Kapuas, kabupaten yang wilayahnya memanjang dari hilir sampai ke hulu Kapuas. Tapi bukan Kapuas di Pontianak, tetapi di Kalimantan Tengah (biar ga typo hehe). Desa ini juga berada di daerah perbukitan yang merupakan jajaran Pegunungan Schwaner dan Muller, sehingga Masupa Ria juga termasuk dalam Jantung Kalimantan (Heart of Borneo). Di daerah ini juga terdapat areal pedulangan emas yang materialnya diambil dari kaki Gunung Puti/Masupa. Di tempat ini juga terdapat 3 Air Terjun dengan tinggi sekitar 100 meter.





Masupa Ria berdekatan dengan perbatasan antara Kapuas dan Murung Raya, wajar bila hampir seluruh pasokan kebutuhan Sandang, Pangan dan Papan berasal dari Murung Raya, karena belum ada jalan darat yang bisa menjangkau, toh seandainya ada (direncanakan) kemungkinan akan melewati Tanjung Rendan. Saat ini hanya ada dua alternatif jalur untuk mencapai Desa ini, yaitu melewati Jalur Sungai Kapuas melalui Sei Hanyo-Sei Pinang-Tumbang Tihis-Tumbang Manyarung-Jakatan Masupa-Masupa Ria, estimasi biayanya cukup mahal (sekitar 1 jeti lebih untuk sewa perahu ces kalau tidak salah). Atau melewati Tumbang Lahung menyusur Sungai Barito menuju Desa Batu Makap, kemudian menyewa trail untuk sampai ke Desanya (estimasi biaya PP sekitar 1 jeti lebih juga). Waktu tempuh jika dihitung dari Ibukota Provinsi (Palangka Raya) sekitar 1-2 hari. Info lebih lanjut tentang Itinerary Perjalanan ke tempat ini ada di blog rekan admin: http://fujibloginfo.blogspot.co.id/2016/04/ke-desa-masupa-ria.html


Admin akan cerita sedikit gambaran tentang jalur yang dilalui, terutama Jalur Sungai Kapuas yang admin pernah lalui. Start perjalanan disarankan pagi buta, agar bisa sampai di Sei Hanyo untuk beristirahat sejenak. Waktu perjalanan sekitar 5,5 jam melewati Jalur Palangka Raya-Kuala Kurun, kemudian masuk simpang Sei Hanyo


Simpang Sei Hanyo
Melalui Desa Tangirang, dan Dirung Koram yang tikungan dan tanjakannya rawan kecelakaan. Disarankan berhati-hati terutama saat musim hujan. Tidak jauh dari Jembatan Sei Hanyo, 500an meter sebelum jembatan belok kiri, itulah jalan menuju Desa. 

Simpang Sei Hanyo (belok kiri)

Di sini kita harus Carter Kapal (1jt per kapal), kalau admin sendiri menggunakan ces dari keluarga rekan ane, jadi hanya membayar untuk bensin. Ada sekitar 2 kali mengisi bensin, pertama di Sei Pinang, kedua di Tumbang Manyarung.


Desa Sei Hanyo
Di Desa Sei Hanyo sendiri Rumah Lanting (Bahasa Kerennya Rumah Apung) masih banyak. Mengingat transportasi air yang masih sering digunakan terutama untuk desa yang tidak ada akses jalan daratnya.


Perahu Ces yang digunakan admin
Start dari Sei Hanyo-Jakatan Masupa memakan waktu 8 jam, jadi setidaknya harus berangkat sebelum tengah hari agar tidak kemalaman sampai di Jakatan Masupa.

Sepanjang Perjalanan kita akan melihat sesekali kelotok lain melintas dan pendulangan emas di pinggiran sungai yang masih marak. Itulah alasan mengapa warna Sungai ini tidak berubah dari dahulu kala (hehe).

Sekitar 3 km dari Desa Sei Hanyu ada pulau kecil seperti ini. Entah ini pulau atau bongkahan batu tetapi ada tanda keramat di atasnya (mungkin ada yang tahu) mungkin juga muara dari anak sungai. Tetapi ada keunikan tersendiri saat admin melintasinya.



Melewati Desa Bulau Ngandung, Tumbang Sirat (ada cabang Sungai Kecil, inilah yang dinamakan Sungai Sirat). Desa paling hulu di Sungai ini adalah Desa Baronang II.

Muara Sungai Sirat
Kemudian melewati Desa Sei Pinang, Desa ini merupakan Ibukota dari Kecamatan Mandau Talawang.

Desa Sei Pinang
Tidak jauh dari situ ada penyeberangan feri, kemungkinan ada jalan menuju Tumbang Bukoi.




Kemudian melewati percabangan Sungai, yakni Sungai Mendaun (kanan) dan Sungai Kapuas (kiri)


Desa Tumbang Tihis dari kejauhan

Melewati Tumbang Tihis arus Sungai mulai deras dan berbatu-batu, namun masih bisa dilalui kapal


Sesekali menemukan pohon yang roboh ke sungai


Singgah di Desa Tumbang Manyarung, desa yang cukup terpencil juga, namun tampaknya ada jalan darat menuju desa ini.

Desa Tumbang Manyarung
Lanjut perjalanan arus sungainya semakin deras, tetapi view di sekitarnya mulai kelihatan. Ada beberapa bukit besar yang mulai terlihat dari Sungai Mendaun.


Yang lancip itu namanya Bukit Manyarung (kalau tidak salah)


Semakin ke hulu warna sungainya makin berubah menjadi agak kehijauan mengikuti warna pohon di sekitarnya, ini dikarenakan tempat pedulangan emas yang semakin sedikit dan memang dilarang untuk melakukan aktivitas penambangan di hulu sungai karena berpengaruh pada persediaan ikan di sungai.

Perubahan warna sungai

Sekitar 2,5 jam kemudian sampailah di Jakatan Masuparia. Desanya tidak terlalu padat, namun sudah ada sekolah dasar di sini. Belum ada listrik di desa ini, hanya saja ada beberapa rumah yang menggunakan Tenaga Surya, minimal untuk menyalakan lampu.





Sungai Mandaun di Jakatan Masupa
Esoknya Admin melanjutkan perjalanan menuju Masuparia, dari sini kita harus trekking selama kurang lebih 30 menit melalui jalan setapak. Tetapi sebelumnya kita bisa melihat panorama cantik Gunung Masupa/Gunung Puti dari kejauhan, untuk melihat Panorama yang lebih luas bisa mendaki perbukitan di belakang kampung.

Gunung Masupa dari kejauhan


Tampak dekat

Desa Masuparia sebenarnya berada di sisi lain dari gunung itu, tepatnya di kaki gunungnya. Menurut informasi ada beberapa cara untuk mendaki gunung tersebut, bisa di desa Masupa Rianya, namun medannya agak terjal karena harus melewati Air Terjun Masupa dan Gunung Puti, yang kedua menyusuri sungai Mandaun agak kehulu (sayangnya belum sempat mendaki). Konon dari atas Gunung ini kita bisa melihat Bukit Manyarung, Gunung Riang Rawung/Manyawang, dan beberapa jajaran pegunungan Muller di Kabupaten Murung Raya, karena tempat ini berdekatan dengan perbatasan Kabupaten Murung Raya.

Tidak jauh dari Jakatan Masupa sekitar 100-an meter ada semacam Riam berketinggian 1-2 meter, oleh warga sekitar disebut Riam Katimpun. Jakatan Masupa sendiri merupakan desa terakhir yang dapat dilalui oleh perahu ces karena tidak mungkin melintasi Riam Katimpun (kecuali jika kelotoknya diangkat hehe). Ini mirip dengan Dirung Bakung di Murung Raya yang merupakan desa terakhir di Sungai Bumban yang dapat dilalui dengan kelotok karena adanya Riam Batu Bulan yang berada di desa tersebut.










Riam Katimpun di Desa Jakatan Masupa
Di jalur trekking menuju Masupa ada beberapa anak sungai yang harus dilalui, juga Sungai Masupa Ria ini sendiri.

Sungai Masupa

Sekitar 25 menit berjalan menyusuri pinggir Sungai hingga menemukan sebuah tikungan sungai yang berada di sebuah bongkahan batu yang agak besar dan air terjun mini setinggi 1-2 meter, itulah yang disebut Teluk Batu, tempat warga sekitar mengambil air untuk keperluan pokok mereka.



Telok Batu yang merupakan kelokan tajam dari Sungai Masupa,
Bongkahan batu yang berada di Kelokan tersebut cukup besar.
Air Terjun mini yang berada di Teluk Batu

Setelah beberapa menit menyusuri jalan setapak, ketika bertemu dengan persimpangan tiga seperti ini, maka artinya kita telah sampai di Desa Masuparia. Sebelah kanan adalah jalan menuju Batu Makap. Lurus melintasi Jembatan itulah jalan masuk ke desa.


Keadaan Sekolah dan Gereja di Masuparia yang cukup memprihatinkan





Tidak jauh dari situ ada Balai Desa, di sinilah tempat warga sekitar ataupun warga dari Jakatan Masuparia menghubungi kerabat dekatnya via Telepon Seluler, karena di sekitaran Balai Desa inilah Sinyal Telepon Seluler bisa diperoleh, sebelumnya di beberapa desa yang admin lalui seluruhnya sinyal Telepon Seluler hampir tidak ada sama sekali, kecuali di Sei Hanyo dan Sei Pinang.


Untuk menuju Air Terjun Masupa dan Air Terjun Gunung Puti cukup ikuti jalan yang agak menanjak ke atas bukit atau menyusuri pinggiran Sungai. Air Terjun ini letaknya cukup dekat dengan pemukiman, namun akses menuju sisi Air Terjun dimana jatuhan airnya sangat kelihatan agak sulit, karena harus menaiki beberapa bongkahan batu besar di sungai dan batasan waktu membuat admin tidak sempat menuju sisi Air Terjun yang cukup tinggi (terlalu jauh untuk mendaki naik ke atas bukit). Ada satu air terjun lain, yakni Masupa Bahandang, hanya sayangnya admin tidak mengetahui lokasi persisnya, kemungkinan memasuki hutan belantara.


Tebing Gunung Puti

Di seberang Gunung Masupa kita bisa melihat Gunung lain yang cukup tinggi, warga sekitar menyebutnya Gunung Manyawang, atau juga disebut Riang Rawung.




Admin pernah mengukur dengan Altimeter, bahwa ketinggian wilayah desa Masuparia saja bisa sampai 90 mdpl lebih, jadi kemungkinan ketinggian Gunung Masupa dan Riang Rawung/Manyawang bisa sampai 300-an mdpl ke atas. 

Segitu saja cerita mengenai perjalanan ke Masuparia via jalur Sungai Kapuas yang cukup melelahkan, walaupun banyak yang terlewatkan, namun suatu saat berharap admin bisa datang ke sini lagi, dan berharap akses jalan yang diidam-idamkan masyarakat segera terwujud tanpa kendala apapun (Amin). Jangan lupa yang peling penting dalam setiap perjalanan adalah jaga kebersihan, jaga tutur kata dan jaga sikap. Anyway, Happy Travel, Dude.

Penampakan peta (diupdate sewaktu-waktu):

Areal yang lebih luas


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

#CatatanCakrawala - Monumen Tambun Bungai #Throwback #ExploreGunungMas

Monumen Tambun Bungai Monumen Tambun Bungai, merupakan satu dari benda cagar budaya bersejarah yang ada di Kabupaten Gunung Mas, sekaligus juga salah satu destinasi Wisata Budaya yang memiliki daya tarik tersendiri. Tambun Bungai, ini diambil dari nama dua orang tokoh legenda Suku Dayak, yakni Tambun dan Bungai. Legenda dan cerita rakyat Tambun Bungai sangat dikenal masyarakat setempat sebagai asal usul manusia di bumi Kalimantan Tengah. Tambun Bungai menjadi ikon Kalimantan Tengah, yakni Bumi Tambun Bungai, dan diambil sebagai nama jalan di beberapa kota di Kalimantan Tengah. Oke, sekarang kita akan mencoba melakukan perjalanan kembali ke "akar"

#CatatanCakrawala - Panorama Pasir Putih, Air Terjun Bumbun dan Tugu Equator Tumbang Olong #ExploreMurungRaya

Bukit Pasir Putih, mungkin juga disebut Bukit Tengkorak, adalah salah satu bukit yang cukup tinggi di jalur HPH yang menghubungkan daerah Uut Murung dan Muara Bumban. Ketinggiannya hampir mencapai >200an mdpl, tidak jauh dari situ terdapat Air Terjun Bumbun berketinggian sekitar 80 meter dan Desa Tumbang Olong yang merupakan ibukota Kecamatan Uut Murung. Di sanalah terdapat Tugu Khatulistiwa karena letaknya tepat di atas garis Khatulistiwa, dengan kata lain tempat tersebut jika diambil garis lurus maka sejajar dengan Kota Pontianak di Kalimantan Barat.  Titik kulminasi yaitu saat Matahari berada di atas garis Khatulistiwa (sekitar tanggal  21-23 Maret dan 21-23 September), juga terjadi di Tugu Equator Tumbang Olong ini, walaupun mungkin berbeda jam dengan Tugu yang di Pontianak. Pada saat itu bayangan kita akan tidak terlihat selama beberapa detik, karena Matahari akan berada tepat di atas kepala kita. Jarak tempuh menuju Kecamatan Uut Murung ini cukup jauh, sekitar 120 km,