Langsung ke konten utama

#CatatanCakrawala - Explore Tana Malai Tolung Lingu, the Land of Paradise #ExploreMurungRaya

Logo Kabupaten Murung Raya, di sebuah Bundaran
(source:flickr.com)
Tana Malai Tolung Lingu, merupakan julukan dari Kabupaten Murung Raya. Menurut seseorang yang admin temui saat trip kesana, istilahnya itu terbagi dua, yaitu Tana Malai yang berarti Tanah Surga, dan Tolung Lingu yaitu semacam benda yang apabila dimainkan akan membuat seseorang tidak bisa pulang, atau mungkin betah di tempat tersebut (mirip-mirip bulu perindu), jadi Tana Malai Tolung Lingu arti keseluruhannya yaitu Tanah Surga yang mungkin membuatmu kepengen balik ke sana lagi. Begitulah kira-kira hehe.


Bagaimana admin bisa ngetrip sampai kesini, begini ceritanya: Ini sebenarnya bagian dari Challenge yang harus admin penuhi untuk melakukan perjalanan ekstrim menuju Kabupaten yang paling utara di Kalimantan Tengah ini, yang kaya dengan panorama alam dan budayanya. Tidak jauh berbeda dengan Kabupaten lain, hanya saja ini sudah paling pelosok dan mendekati Jantung Kalimantan seperti daerah Putussibau di Kalimantan Barat. Perjalanan yang harus admin lakukan yaitu melewati beberapa shortcut (jalan pintas), karena kalau lewat jalan utama bisa makan waktu seharian penuh buat sampai sana. Apalagi melewati Buntok yang notabene bisa 12 jam. Anda bisa ngerjain skripsi dari Bab I sampai Daftar Pustaka hehe...



Sebenarnya sejak berada di Markas Besar Asrama Mura tahun 2010-2011 silam admin sudah memikirkan untuk melakukan eksplorasi di Kabupaten ini, apalagi digosipkan banyak spot-spot menarik di sana (yang ternyata bukan gosip lagi). Perjalanan Cakrawala menuju Murung Raya akhirnya berhasil diwujudkan pertengahan April 2016 dengan beberapa spot yang sekitar 60% sukses tercapai.

Menurut informasi yang admin peroleh, shortcut tercepat untuk sampai di Murung Raya (ibukotanya yaitu Puruk Cahu) dari Palangka Raya adalah melewati Kuala Kurun, kemudian masuk jalur poros tengah melewati Sei Hanyo, kemudian Tumbang Lahung, hingga persimpangan Km.68 jalan Muara Teweh-Puruk Cahu. Ada shortcut lain yaitu melewati Desa Muara Untu (menyeberang ferry) tanpa melewati simpangan km 68, namun hanya untuk kendaraan roda dua. Atau melewati Timpah menuju Pujon, kemudian menyeberang, lalu masuk jalan poros tengah, langsung melewati Muara Untu (konon hanya sekitar 6-7 jam kalau lewat shortcut ini). Namun tidak disarankan buat yang tidak terlalu tahu jalannya (ini jalur memotong dan melalui jalan PBS, jadi tidak terlalu direkomendasikan untuk kendaraan urban, minimal motor trail atau mobil double kabin 4 x 4). Jadi admin lebih sarankan melewati jalur Sei Hanyo yang waktu tempuhnya lumayan (sekitar 9-10 jam lewat Simpang 68, atau 8 jam jika melewati Muara Untu).

Perjalanan melewati Sei Hanyo cukup menguras tenaga, namun setidaknya lebih hemat waktu dengan konsekuensi berhadapan dengan jalan yang kadang berlumpur dan rawan tergelincir. Start dari Palangka Raya melewati jalur Kuala Kurun hingga simpangan Sei Hanyo sekitar 192 km (estimasi waktu tempuh 4 jam).


Simpang kurun-sei hanyo

Masuk ke jalur Sei Hanyo, jalan cukup lebar tidak seperti ruas jalan dari Palangka Raya ke Kuala Kurun. Sepanjang jalan hanya ada jejeran perbukitan yang sebagian telah digali, mungkin untuk diambil batu-batunya. Hutan-hutan di sini lebih lebat, dan cukup banyak tikungan rawan kecelakaan, jadi kudu berhati-hati.



tempat penggalian batu

Bukit-bukit dan tebing-jurang yang admin tidak tahu apa namanya.


Melewati dua desa, yaitu Tangirang dan Dirung Koram. Keduanya masuk Kabupaten Kapuas (belum ada palang perbatasan Kabupaten disini jadi ngga ada yang tahu ini masuk Kabupaten mana).

Dirung Koram dan bukit besar di belakangnya (ngga tahu apa namanya)
Setengah jam kemudian tiba di Simpangan Sei Hanyo. Lurus kalau mau masuk desa, belok kanan menuju Jembatan. 

Sekitar 500an meter kemudian sampai di Jembatan Sei Hanyo.

turunan sebelum jembatan

Tidak jauh sebelum jembatan ada persimpangan seperti gambar di atas, yang sebelah kiri (belok kanan dari arah Kurun) itu jalan menuju Jangkang kemudian tembus hingga Pujon (shortcut lagi shortcut lagi :D )

shortcut menuju Pujon

Jembatan Sei Hanyo

Dari Jembatan Sei Hanyo melanjutkan perjalanan akan disambut dengan jalan yang cukup ekstrim. Sebagian memang sedang diperbaiki (dalam tahap pengerasan). Sebagian masih rusak, terutama jalan disekitar Jakatan Pari. Melewati beberapa persimpangan jalur sawit dan camp PBS (Perusahaan Besar Swasta). Disepanjang jalan masih ada beberapa alat berat melakukan pemotongan bukit dan perbaikan jalan. Hingga sadar tidak sadar sudah masuk Kabupaten Murung Raya (lagi-lagi tidak ada palang perbatasannya).

Selanjutnya dari daerah Perbatasan Kabupaten yang tidak diketahui posisinya, sampai di persimpangan Tumbang Lahung. Jalan mulai didominasi kerikil putih yang rawan tergelincir (padahal kiri kanan jurang).

Lewat Jembatan Muara Bakanon (jembatannya agak besar dan disebelahnya sungainya rada jernih, banyak anak kecil berenang di situ hehe), naik ke tanjakan disambut hamparan perbukitan berbentuk lancip di kiri jalan.


Ada sekitar 3 atau 4 bukit berbentuk lancip yang admin lihat. Kalau di zoom sedikit akan ketahuan berapa jumlahnya. Admin paling penasaran lagi dengan gunung raksasa di belakangnya, sepertinya itu bagian dari gugusan pegunungan Muller (sekali lagi ngga tahu apa nama gunungnya, tahu nama pegunungannya saja).

Sekitar beberapa menit melewati jalan dengan jurang-jurang di kiri kanan dan pepohonan yang cukup tinggi sampai di Desa Dirung, plang selamat datangnya berbentuk pos, cocok buat bersantai.


Di sini bukit-bukit lancipnya lebih kelihatan. Dari info yang admin dapat ada 3 bukit yang diketahui namanya, sebelah kiri namanya Gunung Tumbang Lahung, kemudian Gunung Marotuwu, dan Gunung Marahuang -CMIIW- (mohon koreksi kalau tulisannya salah). Setelah penelusuran lebih lanjut ternyata bukitnya lebih dari 3, ada sekitar 4 atau 5 bukit serupa yang lagi-lagi admin tidak tahu apa nama bukitnya dan yang mana bukitnya.

Gunung Tumbang Lahung, Marotuwu dan Marahuang dari kejauhan

Masih melewati jalan yang berkerikil putih dan rawan tergelincir, admin tiba di sebuah tempat pendulangan emas kemudian tidak jauh dari situ ada persimpangan jalan menuju desa Muara Untu (belok kiri). Nah, dari sini kita bisa memilih apakah melewati Muara Untu atau persimpangan Km 68. Jika melewati persimpangan Km 68, akan cukup jauh karena memutar dengan waktu tempuh sekitar 1 jam, tetapi keuntungannya kita bisa langsung singgah di Air Terjun Tosah karena jalan masuknya tepat di pinggir jalan. Jika melewati Muara Untu, cukup menyeberang ferry (tarifnya sekitar Rp.15.000-20.000), namun ferry ini khusus roda dua, artinya jika kita membawa kendaraan roda empat maka mau tidak mau harus melewati persimpangan Km. 68. 

Penyeberangan Muara Untu
Nah, apabila lurus, sekitar beberapa menit kemudian akan ada jalan menuju Air Terjun Tosah.

menuju Air Terjun Tosah

Sekitar 5-6 km sampai di persimpangan km 68. Belok kiri menuju Puruk Cahu, belok kanan menuju Muara Teweh. Tujuan kita menuju Puruk Cahu, jadi belok kiri. Akan ada beberapa persimpangan, pertama simpang ke Muara Laung, kemudian Polres Murung Raya (arah ke Gunung Usung). Ikuti saja plang jalannya, ngga akan nyasar. Setengah jam kemudian baru sampai di Jembatan Merdeka.

Jembatan Merdeka Murung Raya

Selanjutnya melewati Bundaran Tugu Mura Emas, sesuai arahnya kalau belok kiri menuju Stadion Dr. Willy M Yoseph dan Alun-alun Jorih Jerah. Lurus menuju Kota. Di sebelah kanan adalah Rujab Bupati (Ngga sempat moto lagi)

Sunset di Tugu Mura Emas

Admin sendiri start dari Palangka Raya jam 5, tiba di Air Terjun Tosah jam 2, sampai di Puruk Cahu sekitar jam setengah 4. Harap maklum karena kondisi cuaca yang berubah-ubah dan jalan yang kadang becek kadang kering wkwkwk.

Untuk Penginapan di Puruk Cahu ada beberapa penginapan yang bisa direkomendasikan. Ada beberapa hotel dan losmen terutama di sekitar Pelabuhan Beriwit, dan jalan utama dari persimpangan depan RSUD. Jika ingin lebih ekonomis admin rekomendasikan Hotel Setia, (sebelum simpang tiga RSUD, setelah Bundaran Mura Emas/Alun-alun Jorih Jerah) dengan tarif untuk non AC sekitar Rp.80.000/malam (mungkin ada yang lebih murah lagi). Untuk tempat makan bisa memilih warteg di sekitar pasar Beriwit dan Jl. A. Yani, harga kisaran di bawah 20ribuan (cocok untuk para traveler yang pengen ngirit).

Anyway selamat menjelajah. Resiko tanggung sendiri wkwk. 

note: untuk peta destinasi wisata dan rute perjalanan ada di bawah.

perkiraan peta perjalanan dari Palangka Raya (selalu update)
Peta Destinasi Murung Raya (New)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

#CatatanCakrawala - Sebuah Perjalanan Tak Terduga di Hulu Kabupaten Kapuas #Masuparia

Desa Masuparia Masupa Ria, adalah salah satu Desa yang berada di hulu Kapuas, tepatnya di hulu Sungai Mendaun anak Sungai Kapuas. Sekedar Informasi Desa terujung di Sungai Kapuas adalah Tumbang Bukoi, dan Desa yang berada di Muara Sungai Kapuas adalah Desa Batanjung. Keduanya berada di Kabupaten Kapuas, kabupaten yang wilayahnya memanjang dari hilir sampai ke hulu Kapuas. Tapi bukan Kapuas di Pontianak, tetapi di Kalimantan Tengah (biar ga typo hehe). Desa ini juga berada di daerah perbukitan yang merupakan jajaran Pegunungan Schwaner dan Muller, sehingga Masupa Ria juga termasuk dalam Jantung Kalimantan (Heart of Borneo). Di daerah ini juga terdapat areal pedulangan emas yang materialnya diambil dari kaki Gunung Puti/Masupa. Di tempat ini juga terdapat 3 Air Terjun dengan tinggi sekitar 100 meter.

#CatatanCakrawala - Monumen Tambun Bungai #Throwback #ExploreGunungMas

Monumen Tambun Bungai Monumen Tambun Bungai, merupakan satu dari benda cagar budaya bersejarah yang ada di Kabupaten Gunung Mas, sekaligus juga salah satu destinasi Wisata Budaya yang memiliki daya tarik tersendiri. Tambun Bungai, ini diambil dari nama dua orang tokoh legenda Suku Dayak, yakni Tambun dan Bungai. Legenda dan cerita rakyat Tambun Bungai sangat dikenal masyarakat setempat sebagai asal usul manusia di bumi Kalimantan Tengah. Tambun Bungai menjadi ikon Kalimantan Tengah, yakni Bumi Tambun Bungai, dan diambil sebagai nama jalan di beberapa kota di Kalimantan Tengah. Oke, sekarang kita akan mencoba melakukan perjalanan kembali ke "akar"

#CatatanCakrawala - Panorama Pasir Putih, Air Terjun Bumbun dan Tugu Equator Tumbang Olong #ExploreMurungRaya

Bukit Pasir Putih, mungkin juga disebut Bukit Tengkorak, adalah salah satu bukit yang cukup tinggi di jalur HPH yang menghubungkan daerah Uut Murung dan Muara Bumban. Ketinggiannya hampir mencapai >200an mdpl, tidak jauh dari situ terdapat Air Terjun Bumbun berketinggian sekitar 80 meter dan Desa Tumbang Olong yang merupakan ibukota Kecamatan Uut Murung. Di sanalah terdapat Tugu Khatulistiwa karena letaknya tepat di atas garis Khatulistiwa, dengan kata lain tempat tersebut jika diambil garis lurus maka sejajar dengan Kota Pontianak di Kalimantan Barat.  Titik kulminasi yaitu saat Matahari berada di atas garis Khatulistiwa (sekitar tanggal  21-23 Maret dan 21-23 September), juga terjadi di Tugu Equator Tumbang Olong ini, walaupun mungkin berbeda jam dengan Tugu yang di Pontianak. Pada saat itu bayangan kita akan tidak terlihat selama beberapa detik, karena Matahari akan berada tepat di atas kepala kita. Jarak tempuh menuju Kecamatan Uut Murung ini cukup jauh, sekitar 120 km,