Langsung ke konten utama

Sebuah Tulisan di Tengah Bencana Alam

Ditengah pandemi bonus bencana alam yang menimpa negeri ini, selalu saja ada dua golongan yang akan muncul. Pertama, golongan NATO/ARPAN (Are Pander/Bacot) seperti saya, dan golongan lapangan, yaitu orang-orang yang terjun ke lapangan langsung, membagikan bantuan.

Maksud saya, tidak ada yang salah dengan itu. Orang yang berisik juga punya hak untuk berisik, walaupun kata-katanya tidak berbobot. Lihat saja anggota DPR yang akhir-akhir ini tiba-tiba ngomongin vaksin. Yang penting kita sebagai rakyat jangan mau dibodohi oleh mereka. Kita sendiri yang mesti menilai mana yang menurut kita baik dan mana yang tidak.

Soal bencana alam, aku mengutip perkataan Sudjiwo Tedjo, bahwa kurang elok menyebut bencana alam sebagai bencana yang disebabkan oleh alam. Mungkin manusia sendiri yang menjadikan fenomena alam itu sebagai bencana. Atau mungkin memang benar bahwa alam selalu memperbaiki dirinya. Hanya Tuhan sendiri yang tahu.

Atau bisa saja, bencana alam ini adalah KARMA. Nah loh. Manusia selalu mengambil sesuatu dari alam, tapi pernah gak berpikir bahwa apa yang kita ambil itu harus ada gantinya? Apakah diganti dengan sesuatu yang baik atau sesuatu yang jelek? Seperti ini contohnya: manusia mengambil kayu dari pohon untuk membangun rumah, tapi pernah gak terpikir untuk menanam kembali yang kita tebang? Atau mungkin sebagai gantinya untuk alam, kita memberi sesuatu yang buruk seperti sampah dan polusi udara. Sadar tidak sadar manusia telah menyumbang terlalu banyak energi negatif di seluruh bumi.

Kita sudah bisa memilah siapa yang mengambil sesuatu dari alam secara berlebihan. Orangnya ada kok, dan mereka semua duduk di kursi tertinggi. Sebagian dari mereka berada di daerah-daerah. Menjadi the Godfather kecil. Yang ribut dengan mereka bakal dihabisin, diseret-seret, dipenjarakan. Dan banyak yang bela mereka kok. Dengan berbagai macam simbol, entah simbol partai, suku, agama, paguyuban, whatever. Saya aja kalah berisik dari orang-orang seperti mereka.

Kemaren saya habis nonton serial Netflix yang judulnya A Life on Our Planet, menceritakan tentang bagaimana perubahan iklim mempengaruhi Bumi, dan bagaimana manusia turut andil dalam pengrusakan ekosistem. Deforestasi, hilangnya biota laut, polusi udara, pemanasan global adalah pemicu dari sekian banyak bencana alam yang kita lihat saat ini. Kita tidak akan tahu, mungkin dalam puluhan atau ratusan tahun mendatang kita akan sukses menciptakan "Neraka" di muka bumi. Mau kalian percaya tentang akhir jaman atau tidak. Kita sudah menciptakannya sedari awal. Aku tidak menakut-nakuti, hanya saja aku udah merasakannya, mungkin sejak dulu.

Apakah keadaan ini bisa di ubah? Bisa. Mulai dari diri kita sendiri. Kita yang harus berdiri, berbicara, dan bertindak. Kita bisa merestorasi bumi menuju keadaan yang lebih baik. Sudah banyak kok teknologi yang eco-friendly. Kenapa tidak kita coba. Kita gak perlu jadi primitif untuk merestorasi bumi. Kita hanya perlu membuat alam dan umat manusia bisa selaras dan hidup berdampingan, tanpa harus mencari untung untuk diri sendiri. Kita tidak perlu menggunakan lahan monokultur yang gede untuk sebuah bahan bakar minyak. Bahkan sekarang udah banyak sumber energi alternatif. Matahari. Udara. Air. Sumber tanpa batas untuk energi tanpa batas. Semoga peradaban manusia bisa lebih baik dalam mengembangkan energi seperti itu. Bukan peradaban seperti kita yang ahsudahlah.

Udah dulu ngebacotnya. Ntar pada protes.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#CatatanCakrawala - Sebuah Perjalanan Tak Terduga di Hulu Kabupaten Kapuas #Masuparia

Desa Masuparia Masupa Ria, adalah salah satu Desa yang berada di hulu Kapuas, tepatnya di hulu Sungai Mendaun anak Sungai Kapuas. Sekedar Informasi Desa terujung di Sungai Kapuas adalah Tumbang Bukoi, dan Desa yang berada di Muara Sungai Kapuas adalah Desa Batanjung. Keduanya berada di Kabupaten Kapuas, kabupaten yang wilayahnya memanjang dari hilir sampai ke hulu Kapuas. Tapi bukan Kapuas di Pontianak, tetapi di Kalimantan Tengah (biar ga typo hehe). Desa ini juga berada di daerah perbukitan yang merupakan jajaran Pegunungan Schwaner dan Muller, sehingga Masupa Ria juga termasuk dalam Jantung Kalimantan (Heart of Borneo). Di daerah ini juga terdapat areal pedulangan emas yang materialnya diambil dari kaki Gunung Puti/Masupa. Di tempat ini juga terdapat 3 Air Terjun dengan tinggi sekitar 100 meter.

#CatatanCakrawala - Monumen Tambun Bungai #Throwback #ExploreGunungMas

Monumen Tambun Bungai Monumen Tambun Bungai, merupakan satu dari benda cagar budaya bersejarah yang ada di Kabupaten Gunung Mas, sekaligus juga salah satu destinasi Wisata Budaya yang memiliki daya tarik tersendiri. Tambun Bungai, ini diambil dari nama dua orang tokoh legenda Suku Dayak, yakni Tambun dan Bungai. Legenda dan cerita rakyat Tambun Bungai sangat dikenal masyarakat setempat sebagai asal usul manusia di bumi Kalimantan Tengah. Tambun Bungai menjadi ikon Kalimantan Tengah, yakni Bumi Tambun Bungai, dan diambil sebagai nama jalan di beberapa kota di Kalimantan Tengah. Oke, sekarang kita akan mencoba melakukan perjalanan kembali ke "akar"

#CatatanCakrawala - Panorama Pasir Putih, Air Terjun Bumbun dan Tugu Equator Tumbang Olong #ExploreMurungRaya

Bukit Pasir Putih, mungkin juga disebut Bukit Tengkorak, adalah salah satu bukit yang cukup tinggi di jalur HPH yang menghubungkan daerah Uut Murung dan Muara Bumban. Ketinggiannya hampir mencapai >200an mdpl, tidak jauh dari situ terdapat Air Terjun Bumbun berketinggian sekitar 80 meter dan Desa Tumbang Olong yang merupakan ibukota Kecamatan Uut Murung. Di sanalah terdapat Tugu Khatulistiwa karena letaknya tepat di atas garis Khatulistiwa, dengan kata lain tempat tersebut jika diambil garis lurus maka sejajar dengan Kota Pontianak di Kalimantan Barat.  Titik kulminasi yaitu saat Matahari berada di atas garis Khatulistiwa (sekitar tanggal  21-23 Maret dan 21-23 September), juga terjadi di Tugu Equator Tumbang Olong ini, walaupun mungkin berbeda jam dengan Tugu yang di Pontianak. Pada saat itu bayangan kita akan tidak terlihat selama beberapa detik, karena Matahari akan berada tepat di atas kepala kita. Jarak tempuh menuju Kecamatan Uut Murung ini cukup jauh, sekitar 120 km,