Langsung ke konten utama

Covid-19, change everything

Ya, aku menulis catatan panjang ini ditengah pandemi. Di masa-masa sulit dimana kau harus bekerja di rumah dan hanya keluar sesekali dan itupun harus menggunakan masker. Sama seperti saat kabut asap. Kota-kota ditutup, dan kau tidak bisa melancong kesana kemari karena bandara, jalan tol dan kapal laut juga kemungkinan dibatasi.

Ada lucu dan ada juga jengkel, tatkala dalam situasi seperti ini masyarakat kita masih saja berulah. Bahkan lebih parah. Dimulai dari ulah sebagian orang yang nekat mengadakan kegiatan besar yang mengundang orang banyak, yang justru menjadi umpan sempurna bagi virus untuk bersarang di orang-orang itu. Gak cuma Indonesia sih, kota-kota di dunia juga seperti itu, yang tidak mereka sadari berdampak buruk terhadap situasi di wilayahnya. Atau mungkin lebih konyol, mengundang para turis, yang kita tidak tahu apakah mereka terjangkit penyakit itu atau tidak.

Akhirnya kota-kota itu, mulai dari Wuhan, sebagai sumber utama penyebaran virus tersebut, hingga seluruh dunia berdampak. Dan terjadilah pandemi, hingga kota-kota itu terpaksa harus diisolasi total. Di Lockdown.

Ya, semula aku pikir lockdown itu sesederhana mengunci rumah agar maling tidak masuk. Tapi ternyata tidak. Yang terjadi, malingnya masuk, baru rumahnya dikunci. Orang-orang di sumber penyebaran virus bukannya berlindung di negaranya, malah ke negara luar untuk menjangkiti orang-orang lainnya. Ya mana sempat dikunci itu pintu, kalau lu ngebiarin diri lu nyelonong keluar. Terus menyelinap di rumah orang. Kita juga lengah, membiarkan rumah kita dimasuki, malah dengan sukarela dan bangga mengundang orang-orang itu, seperti orang "D" yang dengan gampangnya membuka hati kepada siapapun. Jangek gak tu?

Aku pernah menulis di twitter kalau Indonesia sendiri jumlah pasien covid-19 akan berbanding lurus dengan tingkat kepadatan penduduknya. Makin padat penduduk, penularan makin cepat. Tapi laut tidak bisa memisahkan kita dari ancaman virus. Jika terjadi karantina wilayah, sekalian saja satu pulau di Lockdown. Jadi yang boleh lalu lalang keluar pulau ya kalau untuk kepentingan logistik (sandang, pangan, papan, dsb), medis atau militer. Tapi siapapun dari kita tidak menginginkan hal itu terjadi kan? Jangan ngeyel makanya. Lebih baik mencegah daripada mengobati.

Everything has going online. Untungnya teknologi informasi sangat bermanfaat di masa-masa pandemi seperti ini. Ada ibadah online, pengajian, bahkan konser. Semuanya lewat media streaming. Ada juga rapat online lewat zoom, google meet dan sejenisnya. Tidak perlu risau untuk para perantauan karena kau tidak perlu pulang kampung untuk beribadah, karena kau bisa melakukannya secara online dimanapun kau berada. Buat mereka yang bisa beradaptasi akan sangat mudah untuk memanfaatkan teknologi itu dimasa-masa seperti ini. Tapi yang tidak, aku tidak tahu...mungkin mereka hanya bisa menghabiskan waktu nonton tv atau tiduran. Entahlah.

Tapi ada juga orang-orang yang sangat "D" dalam memanfaatkan teknologi. Salah satunya orang-orang kita di internet. Aku akui mereka memang ada, dan aku mungkin bisa jadi bagian dari mereka. But no. I will keep aunthentic.

Di saat-saat seperti ini masyarakat kita terutama di dunia maya seperti diuji secara psikologis. Yah, saya sebagai introvert memang cukup terbiasa mengisi energi saat menyendiri dan berdiam di rumah, tapi tidak untuk mereka yang terbiasa berkumpul dengan orang-orang, atau mungkin juga orang-orang seperti saya. Aku melihat bagaimana mereka mulai "meracuni" orang lain melalui energi yang positif ataupun negatif. Aku bisa salut melihat ada yang bisa senam bersama walaupun cuma di discord, atau cover musik bareng-bareng walaupun hanya di rumah. Tapi aku juga eneg melihat orang-orang yang berlebihan halunya, sampai kasus-kasus seperti pangeran Brunei atau cewek Tiktok Filipina mencuat (memang bukan pertama kali, karena orang-orang Filipina udah sering sekali dihujat terutama saat main DOTA), Atau aktor cewek di drakor yang dihujat di internet gara-gara perannya sebagai pelakor. Yang biasanya ngehalu kaya gini nih biasanya standar ganda dan hipokrit. Gak suka yang satu tapi ternyata yang satunya ngelakuin. Udah gila kali ya.

Disclaimer: di atas itu saya tulis oknum ya. Pake tanda kutip "OKNUM". Emang ngehalu itu gak dilarang. Semua butuh hiburan untuk menjernihkan jiwa. Tapi ada batasannya. Ngehalu sangat berpotensi untuk merusak lingkungan sekitaran kita ketika jurang antara realitas dan khayalan sudah tidak ada lagi. Dan akibatnya sama seperti yang sudah kuceritakan di atas. Stop it, get some help.

Yah, aku pikir karena Drakor mungkin bisa jadi satu-satunya hiburan buat ibu-ibu (bahkan bapak-bapak yang kepengaruh ibu-ibu) yang menemani di kala gabut. Bayangkan menghabiskan 1000 jam di layar komputer atau hp. Bahkan 2500 jam kalau berseason-season. Sedangkan saya mesti gigit jari menunggu kapan Netflix diunblock provider ternama. Tapi sejatinya aku emang bukan maniak film. Jadi kalau ada film bagus pun nonton seperlunya saja. Saya orang yang paling susah untuk diracuni begituan, sorry ya guys. Hehe.

Selanjutnya ada juga orang-orang yang dengan barbar berulah di situasi seperti ini, memancing di air keruh seperti nyolong hand sanitizer dan menjadikan dirinya famous, kemudian panic buying dan menimbun masker. Yah, di awal-awal pandemi orang-orang ini dengan sengaja menimbun dan menjual masker dengan harga yang tidak masuk akal, dengan alasan langka. Persis kelakuannya seperti saat BBM naik. Datang ke pom dengan moge, dan memborong bensin sebanyak-banyaknya agar dijual eceran lagi. Ya, aku tahu ini strategi marketing. Tapi harusnya marketing pun ada etikanya kan. Gak cuma masker atau BBM, rasanya di negeri ini kesedihan dan air mata pun jadi lahan bisnis. Capitalism everywhere.

Tapi yang lebih geblek daripada itu, ada orang yang dengan bangganya menyesatkan orang-orang dengan berita hoax terutama yang berkaitan dengan pandemi saat ini. Mulai dari obat covid-19, desinfektan di diffuser, bilik-bilikan, sampai cocoklogi dengan teori konspirasi yang padahal ceritanya udah didaur ulang dari kapan tahu. Seperti cerita Naruto yang dibikin mirip-mirip di series Boruto. Lah.

Akhlak manusia sesungguhnya diuji saat masa-masa sulit. Kata-kata itu ada benarnya. Jangan kaget kalau semuanya tersingkap, keburukan moral, dan hawa nafsu. Semuanya ditelanjangi bulat-bulat. Kita bisa lihat manusia munafik dan brengsek di mana-mana tanpa topeng. Pandemi secara tidak langsung menyingkap moralitas manusia, dan memulihkan bumi pelan-pelan. Tengoklah langit-langit kota. Sudah mulai bersih dari polusi asap. Kita mulai sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan. Dimana-mana ada wastafel tempat cuci tangan. Penyiraman desinfektan. Bumi sedang bersih-bersih. Dan kita cuma bisa menyaksikan, berdoa sambil berharap semuanya akan berlalu.

Tapi aku mulai berpikir, setelah semuanya berlalu apakah manusia akan tetap seperti ini atau pondasi pemikiran mereka akan berubah? Apakah akan ada ibadah online, atau konser online lagi setelah pandemi berlalu? Apakah ada ketemuan online lewat aplikasi meeting lagi setelah semuanya berakhir? No one know. Tapi yang pasti, pandemi covid-19 telah mengubah manusia. Mungkin jadi lebih baik, atau sebaliknya. Siapkah kita apabila situasi yang lebih buruk terjadi? Entahlah. Aku lebih berpikir untuk segera kabur menyendiri di pedalaman yang jauh dari keramaian, walaupun kedengarannya itu ide yang egois sih.

Cepat sembuh, bumi. Aku rindu jalan-jalan lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#CatatanCakrawala - Sebuah Perjalanan Tak Terduga di Hulu Kabupaten Kapuas #Masuparia

Desa Masuparia Masupa Ria, adalah salah satu Desa yang berada di hulu Kapuas, tepatnya di hulu Sungai Mendaun anak Sungai Kapuas. Sekedar Informasi Desa terujung di Sungai Kapuas adalah Tumbang Bukoi, dan Desa yang berada di Muara Sungai Kapuas adalah Desa Batanjung. Keduanya berada di Kabupaten Kapuas, kabupaten yang wilayahnya memanjang dari hilir sampai ke hulu Kapuas. Tapi bukan Kapuas di Pontianak, tetapi di Kalimantan Tengah (biar ga typo hehe). Desa ini juga berada di daerah perbukitan yang merupakan jajaran Pegunungan Schwaner dan Muller, sehingga Masupa Ria juga termasuk dalam Jantung Kalimantan (Heart of Borneo). Di daerah ini juga terdapat areal pedulangan emas yang materialnya diambil dari kaki Gunung Puti/Masupa. Di tempat ini juga terdapat 3 Air Terjun dengan tinggi sekitar 100 meter.

#CatatanCakrawala - Monumen Tambun Bungai #Throwback #ExploreGunungMas

Monumen Tambun Bungai Monumen Tambun Bungai, merupakan satu dari benda cagar budaya bersejarah yang ada di Kabupaten Gunung Mas, sekaligus juga salah satu destinasi Wisata Budaya yang memiliki daya tarik tersendiri. Tambun Bungai, ini diambil dari nama dua orang tokoh legenda Suku Dayak, yakni Tambun dan Bungai. Legenda dan cerita rakyat Tambun Bungai sangat dikenal masyarakat setempat sebagai asal usul manusia di bumi Kalimantan Tengah. Tambun Bungai menjadi ikon Kalimantan Tengah, yakni Bumi Tambun Bungai, dan diambil sebagai nama jalan di beberapa kota di Kalimantan Tengah. Oke, sekarang kita akan mencoba melakukan perjalanan kembali ke "akar"

#CatatanCakrawala - Panorama Pasir Putih, Air Terjun Bumbun dan Tugu Equator Tumbang Olong #ExploreMurungRaya

Bukit Pasir Putih, mungkin juga disebut Bukit Tengkorak, adalah salah satu bukit yang cukup tinggi di jalur HPH yang menghubungkan daerah Uut Murung dan Muara Bumban. Ketinggiannya hampir mencapai >200an mdpl, tidak jauh dari situ terdapat Air Terjun Bumbun berketinggian sekitar 80 meter dan Desa Tumbang Olong yang merupakan ibukota Kecamatan Uut Murung. Di sanalah terdapat Tugu Khatulistiwa karena letaknya tepat di atas garis Khatulistiwa, dengan kata lain tempat tersebut jika diambil garis lurus maka sejajar dengan Kota Pontianak di Kalimantan Barat.  Titik kulminasi yaitu saat Matahari berada di atas garis Khatulistiwa (sekitar tanggal  21-23 Maret dan 21-23 September), juga terjadi di Tugu Equator Tumbang Olong ini, walaupun mungkin berbeda jam dengan Tugu yang di Pontianak. Pada saat itu bayangan kita akan tidak terlihat selama beberapa detik, karena Matahari akan berada tepat di atas kepala kita. Jarak tempuh menuju Kecamatan Uut Murung ini cukup jauh, sekitar 120 km,