Belakangan banyak hal yang menteror otakku, dan memaksaku untuk berpikir, tentang pasangan hidup itu seperti apa?
Sebagian orang mungkin berpikir, itu sama seperti pacaran di mana kau harus mengenal lebih dalam lawan jenis, kemudian berkomitmen serius, membangun keluarga, dan bla.. bla.. bla..
Masalahnya adalah, apakah sesimpel itu?
Jawabannya adalah ABSOLUTELY NO. Aku telah melihat banyak hal di mana sebuah pernikahan dianggap gagal karena salah satu pasangan melanggar komitmennya. Misalkan selingkuh, KDRT, menelantarkan anak, dan lain sebagainya.
Dan semakin banyak kejadian-kejadian yang terjadi di dalam kehidupan berkeluarga di mana akhirnya rumah tangga itu kandas..broken home..perceraian di mana-mana. Banyak anak-anak kemudian jadi korban keegoisan orang tuanya. Mereka terlantar, akhirnya tinggal di panti asuhan ataupun bersama ibu atau bapaknya yang jadi single parent. Banyak yang tidak siap secara finansial, akhirnya harus banting tulang kesana kemari hanya untuk sesuap nasi.
Kemudian banyaknya fenomena nikah muda, yang sebagian besar di sebabkan oleh berbagai macam hal seperti paksaan orang tua, perjodohan, adat istiadat, anjuran agama, sampai yang paling “dark” di antara itu semua: Married by Accident.
Sebenarnya apa yang salah dari itu semua? Mari kita kupas satu persatu.
Mulai dari ketika berpacaran atau mengenal lawan jenis. Dasar dari itu semua adalah mengenal pasangan kita bukan? Tapi realita yang aku lihat, orang yang baru kenal saja sudah di ajak pacaran, kemudian nikah. Di mana letak perkenalannya? Itu jelas bertentangan dengan akal sehat saya. Bertentangan dengan kerangka pemikiran saya. Terus baru kenal, baru tahu karakter asli orang setelah pacaran atau nikah, lalu menyesal sendiri. Siapa yang disalahkan?
Ini logical fallacy yang sering terjadi dalam menjalin hubungan. Di mana karakter seseorang akan ketahuan aslinya setelah berpacaran, setelah menikah. Kebiasaan pedekate atau perkenalan mula-mula yang menggunakan “topeng” sebagai orang yang romantis.. orang yang rupawan.. orang yang cerdas. Dan setelah menjalin hubungan serius terbuka semua kedoknya. Ini sering terjadi, bahkan di lingkungan sekitar kita.
Pada akhirnya ketika menjalani hubungan seperti itu banyak yang akhirnya pasrah. Menerima itu dengan keadaan yang tidak bisa diubah. Sulit menemukan orang yang bisa bahagia dengan cara seperti itu. Mungkin kelihatannya saja bahagia, tapi tengoklah ke dalam realitanya. Apakah hati nurani kita bisa menerima keadaan seperti itu? Berapa banyak lagi orang yang akan mengalami kegagalan berumah tangga karena cara berpikir yang keliru seperti itu.
Kembali ke pertanyaan awal. Pasangan hidup itu seperti apa?
Aku selalu memakai prinsip ini, bahwa pasangan hidup itu adalah orang yang mau menerima kita sepenuhnya. Entah itu kelebihan atau kekurangan kita, buruk atau tidaknya rekam jejak masa lalu kita. Kemudian mau memahami kita, menghargai kita. Pokoknya seperti itulah. Layaknya memilih anggota DPR atau Presiden, yang mesti melihat rekam jejak, kelebihan dan kekurangannya.
Aku tidak tahu apakah pemahamanku ini salah, atau pemikiranku salah. Tapi aku tidak bisa menerima sebuah hubungan yang muncul karena proses yang instan. Itu sangat bertentangan dengan hati nuraniku. Hubungan yang muncul karena baru kenal, atau karena perjodohan. Itu sulit kuterima oleh akal sehatku.
Lalu siapakah yang layak menjadi pasangan hidup kita?
Sebagian orang selalu ber”teori” ria bahwa orang yang layak menjadi pasangan hidup kita itu adalah orang mapan, orang yang kaya, orang yang rupawan, bla..bla…bla.. NO. Kalau anda tidak kenal orang itu, maka percuma saja. Proses mengenal karakter seseorang itu tidak sebentar. Butuh waktu untuk mengetahui seseorang itu punya rekam jejak yang baik, karakter yang baik, seperti halnya pergaulan. Tidak bisa diterima secara instan begitu saja. Seperti juga mengenal Pencipta kita.
Ada pula yang berpandangan bahwa orang yang terdekat menjadi teman hidup kita ini adalah justru sahabat kita sendiri, yang sudah tahu kelebihan kita, baik buruk kita, rekam jejak masa lalu kita. Of course itu tidak salah. It’ll take an easy to go to next step. Kau tidak memerlukan banyak waktu lagi untuk mengenal dia lebih dalam karena sudah tahu dan sudah saling kenal sejak awal. Dan kemungkinan bakal awet lebih gede. HANYA SAJA, apakah realita dunia jaman sekarang ini mau menerima pandangan seperti ini?
Dari puluhan ribu pasangan di muka bumi ini sangat jarang ada suatu hubungan seperti itu bermula dari persahabatan. Hanya 1 berbanding 14.000.605, kalau diibaratkan seperti di film Avenger Infinity War.
Pikirkan dan renungkan, apakah selama ini pemikiran kitakah yang keliru atau memang saya yang keliru. Mari sama-sama belajar dan berpikir kritis. Apakah memang pemikiran seperti ini yang layak kita pertahankan. Mari kita tantang diri kita masing-masing… tidak hanya soal pasangan hidup.. tapi soal bagaimana cara kita bergaul dengan orang lain. Jangan sampai pilihan yang kita ambil membuat kita harus menyesali itu semua seumur hidup. Get it? Good.
Jangan lupakan juga ini, bahwa kalau kita mencintai sesuatu hal, kau juga harus mengenal hal tersebut, entah itu mencintai Tuhan, ataupun sesama kita. Dasar dari cinta bukan hanya bicara perasaan, tapi bagaimana kita bertanggung jawab terhadap itu semua. Konsep cinta itulah yang harus kita koreksi sejak sekarang. Bukan konsep cinta menurut apa yang dunia mau, tapi konsep cinta menurut apa yang Tuhan mau. Yang tidak jauh-jauh dari nilai kemanusiaan, dimana kita harus berkorban, memberi, dan juga bertanggung jawab.
Mari semuanya, kita berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Mau menjadi manusia yang berguna buat orang lain. Saya percaya kita akan menemukan banyak hal kebaikan dari itu semua. Dan masalah pasangan hidup, Tuhan akan berikan yang terbaik untuk kita, maka bersabarlah. Tetap taat, tetap jadi orang yang takut akan Tuhan, dan tetaplah jadi manusia yang mau diperbaharui lebih dan lebih baik lagi. Everything will come at the right time.
Tetap semangat, Tuhan memberkati kita semua.
Komentar
Posting Komentar