Langsung ke konten utama

#CatatanCakrawala - Batu Suli dan Puruk Tamanggung Amai Rawang #ExploreGunungMas

Batu Suli dan Puruk Amai Rawang di belakangnya.
Tampak Desa Upon Batu di sebelah kanan Bukit
Masih di Kabupaten Gunung Mas, kali ini admin membahas tentang sebuah tempat yang bagi sebagian besar masyarakat Kalteng sudah tidak asing lagi, yaitu Batu Suli. Ini bukan nama Jalan di Kota Palangka Raya, juga bukan nama sebuah Hotel hehe... Namun Batu Suli merupakan sebuah tebing batu berbentuk lancip yang berada di tepian sungai Kahayan tepatnya di desa Upon Batu, Kecamatan Tewah. Kenapa disebut Batu Suli, dikarenakan di atas bukit tersebut terdapat semacam buah hutan yang bernama buah Suli, salah satu buah khas Kalimantan.


Di belakang Batu Suli ini sendiri ada sebuah bukit yang cukup tinggi yang tebingnya juga menjorok ke arah sungai, namanya Puruk Tamanggung Amai Rawang atau lebih singkatnya sering disebut Puruk Amai Rawang, diambil dari kata Puruk yang artinya Puncak Gunung/Bukit, dan nama Amai Rawang sendiri diambil dari seorang Tamanggung (sekarang lebih disebut Damang/Kepala Desa), bergelar Tamanggung Amai Rawang. Desa Upon Batu ini sendiri berada tepat di bawah bukit dan berdampingan dengan Batu Suli. Di atas puncak Amai Rawang ini sendiri terdapat sisa-sisa peninggalan budaya (Benda Cagar Budaya), salah satunya yakni Batu Antang.

Batu Suli sekitar tahun 1920an (sumber: arsip Univ. Basel
Jerman)
Baik Batu Suli ataupun Puruk Amai Rawang memiliki cerita legendanya masing-masing. Batu Suli konon awalnya pernah menutupi sungai dan pada akhirnya berhasil didirikan oleh sekawanan ikan (sumber dapat dilihat di https://id.wikipedia.org/wiki/Batu_Suli). Kemudian Puruk Amai Rawang ini sendiri pernah dijadikan tempat perlindungan/benteng oleh Tamanggung Amai Rawang untuk menghalau serangan Asang yang ingin menyerang desa Upon Batu (sumber: http://www.infoitah.com/2016/01/Legenda.Puruk.Amai.Rawang.html).

Rute Perjalanan apabila berangkat dari pusat Kota Palangka Raya, setidaknya harus menginap di Kuala Kurun karena untuk mencapai tempat ini tidak cukup satu hari (one day trip). Jangan khawatir karena di Kuala Kurun tersedia Losmen/Penginapan atau Hotel dengan kisaran harga standar Rp.50.000-Rp. 500.000. Angkutan untuk menuju Kuala Kurun juga banyak, biasanya sekitar Rp. 70.000-Rp.100.000 tergantung jenis armadanya.

Start dari Kuala Kurun, carilah jalur menuju Tewah, biasanya lurus terus kalau dari Bundaran Kota Kuala Kurun, atau lewat jalur lingkar (belok kanan menanjak ke atas) pada tugu Selamat Datang (Setelah Jembatan Batu Mahasur).


Sepanjang jalan akan ada hamparan perbukitan, walaupun sebagiannya ada yang mulai tandus akibat pembukaan lahan Sawit. Tetapi kendaraan yang ke arah sini lumayan sepi, jadi pas untuk kalian yang suka foto-foto jalanan hehe.




Tidak berapa lama ada persimpangan tiga-Belok kanan. Belok kiri menuju Kota/Polres Gunung Mas (lupa moto). Ikuti saja jalan yang ada. Hingga lagi-lagi melewati hamparan perbukitan.


Kemudian melewati Desa Batu Nyapau, perjalanan sekitar 30 menit hingga persimpangan ke Tumbang Rahuyan (Rungan Hulu)-belok kanan lagi.

Persimpangan Tumbang Rahuyan
Memasuki Tewah, tetap lurus ikuti jalan Aspal.



Selanjutnya masuk ke jalur menuju Tumbang Miri, ini jalannya masih dalam tahap pengerasan. Melewati beberapa desa seperti Kasintu dan Batu Nyiwuh



Tidak berapa lama sampai di penyeberangan ke Desa Upon Batu. Tampak Puruk Amai Rawang dari kejauhan (Batu Suli tidak terlihat dari sini, jika ingin melihat dari dekat harus menyusur lagi sekitar 100an meter dan cari jalan menuju pinggiran sungai, atau menyeberang dan menyusur hingga ujung desa)



Kemudian menyeberangi sungai Kahayan menuju desa Upon Batu.

Sungai Kahayan

Ada dua pilihan yang bisa kita lakukan, kita dapat menyusuri desa hingga Batu Suli, atau mendaki Puruk Amai Rawang. Perlu diperhatikan jika ingin mendaki harus meminta ijin terlebih dahulu dengan aparatur Desa setempat atau meminta bantuan kepada guide lokal untuk mengantar sampai puncak, karena Puruk Amai Rawang selain merupakan objek Wisata Alam, juga merupakan objek Wisata Budaya karena ada beberapa benda Cagar Budaya yang sangat berarti nilainya dan daerah tersebut merupakan daerah keramat, jadi pantang untuk berbicara dan berbuat hal yang tidak senonoh, termasuk juga mengotori kawasan tersebut.

Ada beberapa peninggalan dari Tamanggung Amai Rawang yang dapat ditemukan ketika sampai di Puncak, yang pertama yakni Batu Antang, yaitu Batu tempat di mana Tamanggung Amai Rawang melakukan Ritual Manajah Antang (Ritual Memanggil Roh Leluhur). Pada sisi dalam Batu Antang terdapat sebuah celah yang konon barangsiapa yang dapat melewati celah itu dia akan panjang umur dan rejekinya dimudahkan.

Batu Antang tampak depan (sumber: hasimah57.wordpress.com)

Kemudian Kubur Inai Rawang yaitu Istri dari Tamanggung Amai Rawang, kalau Kubur dari Tamanggung Amai Rawang sendiri masih belum dipastikan lokasinya.


Beberapa jihi (tiang) dari Rumah Betang, karena dulu di puncak bukit ini pernah berdiri sebuah Rumah Betang. Ada juga salah satu tiang yang diberi tanda keramat (berupa kain kuning).




Batu Tingkes (ini beda dengan Batu Tingkes di Bukit Batu Kasongan), ini terdiri dari kumpulan batu yang tersusun dari yang terkecil hingga yang terbesar. Mitos dari batu-batu ini konon siapapun yang bisa mengangkat batu yang paling besar, rejekinya pun juga besar. Yang mengangkat batu yang kecil, rejekinya pun kecil.


Kemudian ada beberapa Pasah Patahu, lalu sebuah Telaga yang disebut juga dengan Telaga Bawin Kameloh (sayangnya lupa moto). Apabila kita menyusuri jalan setapak di sekitaran Batu Antang akan ada berbagai pepohonan bambu (lebih tepatnya hutan bambu). Hingga tiba di ujung perjalanan, yaitu tepian jurang dengan sebuah rumah singgah kecil.



Dari sini kita bisa melihat 'pucuk' Batu Suli dan Sungai Kahayan, hanya saja cukup berbahaya untuk mengambil foto di sini (apalagi di tepiannya) karena rawan longsor dan tidak ada pagar pembatas.

Sungai Kahayan dan Desa Upon Batu dari ketinggian
Namun di satu sisi Puruk Amai Rawang/Batu Suli merupakan tempat yang cocok untuk olahraga ekstrim seperti Paralayang atau Layang Gantung menggunakan Glider karena posisinya yang sangat strategis dan bentuknya pun hampir menyerupai gunung meja. Sayangnya ketinggian persisnya dari permukaan laut masih belum diketahui dan tempat ini cukup jarang didatangi wisatawan membuat tempat wisata ini terkesan angker.

But whatever lah, pokoknya tempat ini sangat recommended untuk kalian yang mencintai wisata alam, serta penasaran mengenai peninggalan-peninggalan sejarah Dayak di Kalimantan. So don't forget to come, but tetap kebersihan dijaga dan tetap jaga tutur kata dan sopan santun. Karena ketika kita baik kepada orang, orang pun akan baik kepada kita. Salam! :)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

#CatatanCakrawala - Sebuah Perjalanan Tak Terduga di Hulu Kabupaten Kapuas #Masuparia

Desa Masuparia Masupa Ria, adalah salah satu Desa yang berada di hulu Kapuas, tepatnya di hulu Sungai Mendaun anak Sungai Kapuas. Sekedar Informasi Desa terujung di Sungai Kapuas adalah Tumbang Bukoi, dan Desa yang berada di Muara Sungai Kapuas adalah Desa Batanjung. Keduanya berada di Kabupaten Kapuas, kabupaten yang wilayahnya memanjang dari hilir sampai ke hulu Kapuas. Tapi bukan Kapuas di Pontianak, tetapi di Kalimantan Tengah (biar ga typo hehe). Desa ini juga berada di daerah perbukitan yang merupakan jajaran Pegunungan Schwaner dan Muller, sehingga Masupa Ria juga termasuk dalam Jantung Kalimantan (Heart of Borneo). Di daerah ini juga terdapat areal pedulangan emas yang materialnya diambil dari kaki Gunung Puti/Masupa. Di tempat ini juga terdapat 3 Air Terjun dengan tinggi sekitar 100 meter.

#CatatanCakrawala - Monumen Tambun Bungai #Throwback #ExploreGunungMas

Monumen Tambun Bungai Monumen Tambun Bungai, merupakan satu dari benda cagar budaya bersejarah yang ada di Kabupaten Gunung Mas, sekaligus juga salah satu destinasi Wisata Budaya yang memiliki daya tarik tersendiri. Tambun Bungai, ini diambil dari nama dua orang tokoh legenda Suku Dayak, yakni Tambun dan Bungai. Legenda dan cerita rakyat Tambun Bungai sangat dikenal masyarakat setempat sebagai asal usul manusia di bumi Kalimantan Tengah. Tambun Bungai menjadi ikon Kalimantan Tengah, yakni Bumi Tambun Bungai, dan diambil sebagai nama jalan di beberapa kota di Kalimantan Tengah. Oke, sekarang kita akan mencoba melakukan perjalanan kembali ke "akar"

#CatatanCakrawala - Panorama Pasir Putih, Air Terjun Bumbun dan Tugu Equator Tumbang Olong #ExploreMurungRaya

Bukit Pasir Putih, mungkin juga disebut Bukit Tengkorak, adalah salah satu bukit yang cukup tinggi di jalur HPH yang menghubungkan daerah Uut Murung dan Muara Bumban. Ketinggiannya hampir mencapai >200an mdpl, tidak jauh dari situ terdapat Air Terjun Bumbun berketinggian sekitar 80 meter dan Desa Tumbang Olong yang merupakan ibukota Kecamatan Uut Murung. Di sanalah terdapat Tugu Khatulistiwa karena letaknya tepat di atas garis Khatulistiwa, dengan kata lain tempat tersebut jika diambil garis lurus maka sejajar dengan Kota Pontianak di Kalimantan Barat.  Titik kulminasi yaitu saat Matahari berada di atas garis Khatulistiwa (sekitar tanggal  21-23 Maret dan 21-23 September), juga terjadi di Tugu Equator Tumbang Olong ini, walaupun mungkin berbeda jam dengan Tugu yang di Pontianak. Pada saat itu bayangan kita akan tidak terlihat selama beberapa detik, karena Matahari akan berada tepat di atas kepala kita. Jarak tempuh menuju Kecamatan Uut Murung ini cukup jauh, sekitar 120 km,