*sigh*
Sebelumnya admin akan memberikan pendahuluan terlebih dahulu sebelum ceplas ceplos yang sebenarnya mengapa belakangan ini ada sesuatu yang lain yang kelihatannya mulai merambah di negeri kita ini.
Belakangan ini entah mengapa apakah di karenakan perkembangan transisi budaya yang begitu cepat dan masuknya sesuatu yang asing yang barangkali membuat publik begitu penasaran, misalkan tayangan - tayangan atau film - film yang hanya sekian persen saja mencerminkan budaya negeri, mulai ada perubahan yang mungkin secara kasat mata kita tidak melihatnya, tetapi apabila di analisis lebih lanjut, perubahan yang sangat nyata itu benar - benar terjadi di negeri kita ini.
Misalnya, sekarang tidak hanya budaya barat saja yang mulai merambah negeri kita ini, tetapi juga budaya timur, selatan, utara dan lain sebagainya. Serangan - serangan asing yang sangat mengglobal ini kelihatannya sudah tidak terbendung lagi. Akibatnya fatal, banyak generasi muda kita yang mulai terpengaruh, akibat arus budaya asing yang seperti lumpur lapindo, tidak ada habis - habisnya.
Coba saja lihat di sekitar kita saja, mulai banyak sekali anak - anak muda yang sepertinya mengalami hal seperti 'masa kecil kurang bahagia', mereka dewasa sebelum waktunya.
Mereka mulai terpengaruh arus budaya yang seperti dikatakan tadi, seperti lumpur lapindo, oleh karena itu dikenal istilah alay, ababil, dan lain sebagainya. Julukan - julukan ini tepat untuk mereka yang mengalami 'masa kecil kurang bahagia' itu.
Tidak hanya itu, istilah ini juga ditujukan untuk kaum - kaum fanatik yang mulai merajalela di negeri kita ini akibat arus budaya global yang masuk tersebut. Kaum - kaum yang meng-idol-akan artis - artis, budaya - budaya luar, bahkan mereka yang sudah jatuh cinta dengan budaya - budaya tersebut.
Apapun alasannya memang mengidolakan sesuatu tidak salah, namun sekali lagi kita harus berpikir apa kontribusi yang bisa didapat dari hal tersebut? Mereka cuma bisa jadi penghibur, syukur - syukur mereka bisa memberi motivasi seperti Mario Teguh, tapi intinya absolutely not. Sia - sia.
Bahkan ada pula yang sampai berkhayal bisa menikah, atau pacaran dengan artis tersebut, dan lebih parah ketika melihat artis idola mereka di TV atau live. Mereka sedang berada di alam ilusi, alam tsukoyomi, masbro ini dunia nyata bung. Tobat!
Untuk hal lebih lanjut tentang orang - orang seperti itu bisa kita lihat di artikel sebelumnya: Refleksi mengenai Fanatisme
Begitu pula dengan dunia musik di Indonesia ini (pre-Noah), musiknya terkesan monoton, seperti sebuah jalur satu arah karena dominasinya dipenuhi oleh boyband ketimbang band, syukur - syukur kita masih bisa berbalik arah, tapi resikonya ya satu: Bakal di tabrak orang.
Mungkin bagi sebagian orang hal tersebut wajar karena penyebab dominasi ini muncul karena arus budaya global yang dimaksudkan di atas, salah satunya K-Pop. Di Jepang sendiri ada istilah anti hallyu-wave. Bagaimana di Indonesia? Karena masyarakatnya (If you know what I mean) terkadang ingin mencoba hal yang baru yang diliar kebiasaan mereka, maka dengan sendirinya mereka harus tunduk patuh di bawah arus dominasi budaya global ini. Untuk hal ini sangat sulit ditemukan orang - orang yang berani untuk tidak mengikuti arus tersebut. Admin sendiri adalah salah satu orang yang tidak mengikuti arus tersebut.
Tetapi saat ini kita patut bersyukur karena Noah sebagai pelopor baru musik di tanah air sudah mulai mengadakan gebrakan besar - besaran yang admin berani jamin, boyband atau girlband yang menjamur di Indonesia saat ini tidak akan sanggup menandinginya. Semoga saja dengan adanya gebrakan revolusioner ini akan membawa perubahan untuk musik Indonesia ini, seperti yang digaung - gaungkan Partai Nasdem, yaitu Gerakan Perubahan.
Satu hal yang pasti yang perlu dikritisi, di musik Indonesia sendiri sepertinya sulit menemukan lagu yang temanya di luar dari tema percintaan. Buka berarti admin menjudge itu haram, tetapi alangkah baiknya supaya lebih berwarna temanya jangan hanya cinta melulu.
Kelihatannya sejak berpuluh dekade terakhir lagu - lagu yang bertemakan tentang cinta sudah seperti makanan pokok orang Indonesia saja. Sudah seperti makan nasi saja. Lagu - lagu diluar tema tersebut dicap basi, gak asik.
Kenyataannya demikian, apalagi sekarang mulai ada yang melenceng - lenceng. Hal - hal yang sifatnya dibawah umur, lagu cinta yang tidak pantas dinyanyikan anak - anak. Seperti makan nasi tadi, kelihatannya di nasinya itu mulai ada jamur - jamurnya. Begitu juga dengan filmnya. Film horor di Indonesia juga sudah seperti makanan pokok orang Indonesia saja. Seperti makan nasi, dan lagi - lagi di nasinya itu ada jamurnya lagi. Film horor yang tadi orientasinya horor menjadi film horor dengan warna - warna yang kesannya mempromosikan arus budaya global yang dimaksud tadi.
Out of horror. Film - film di TV juga lebih disuguhi hal - hal romance yang kesannya melenceng. Romance yang sebenarnya prosesnya lama dibikin lebih instan, anggapannya dalam satu episode saja seseorang sudah bisa kenal dan menjalin hubungan tanpa mengalami proses terlebih dahulu. Di dalam flowchart anggapannya seperti sebuah tombol start, input/output, proses, dan stop. Kurang greget. Lebih parah lagi jika ceritanya itu dibuat ribet.
(Andaikan admin sekarang menjadi dosen, flowchart romance yang sesingkat itu pasti akan admin kasih nilai E wkwkwkwkwk :p )
Tidak hanya di dalam negeri, romance di luar negeri juga sama. Terkadang ada yang prosesnya lama, tetapi sama saja intinya itu kurang greget dan berbobot. Seperti makan kacang yang tanpa biji. Seperti di sebuah flowchart dimana lebih banyak input output ketimbang proses.
Namun bukan berarti admin anti terhadap film romance, tetapi ada beberapa film romance saja yang admin suka.
Seperti contohnya romance yang prosesnya lama yang diiringi berbagai transisi seperti kenal -> teman -> sahabat -> semi-pacar -> pacar -> tunangan -> nikah ->punya anak. Kalau dulu itu di telenovela yang banyak jenis romance seperti itu. Sekarang jarang ada cerita romance yang berakhir di pernikahan, makanya kurang greget kesannya.
Lebih bagus lagi apabila romance tersebut tidak mengikuti mainstream, artinya apa yang dilakukan pelaku dalam cerita tersebut tidak seperti pada film - film lain pada umumnya, tetapi mereka melakukan hal - hal seperti belajar bareng, saling memberi motivasi jika salah satunya sedang ada masalah, dan selalu kompak dalam setiap hal. Kenyataannya yang ada sekarang ini pelaku lebih fokus ke arah kencan, kencan, dan kencan, kadang berantem, terus minta putus, lebih banyak yang buruk - buruknya ketimbang positifnya, dan admin benar - benar yakin dan percaya masyarakat jaman sekarang kebanyakan jadi ababil gara - gara diracuni hal - hal seperti ini.
Lebih disayangkan lagi hal - hal positif yang admin sebutkan di atas sangat jarang sekali ada di film - film sekarang. Padahal seandainya ada, admin berani jamin ceritanya itu pasti sangat so sweet. Kita tidak lagi seperti nonton film romantis, tetapi kita seperti nonton film tentang persahabatan. Keren kan?
Tapi sekali lagi karena arus globalisasi budaya, admin yakin hal - hal seperti itu pasti dikatakan basi, ga asik dsb. Pertanyaan admin sekarang, yang basi dan yang gak asik itu yang mana hayo?
Satu hal yang selalu admin pikirkan saat ini. Kapan arus ini akan berakhir, atau mungkinkah arus tersebut dapat ditekan sehingga tidak terjadi kasus - kasus seperti yang telah disebutkan di atas. Jawabannya mungkin hanya satu, jika bukan kita yang merubahnya siapa lagi.
Amun beken itah, eweh hindai? If that's not ours, who's again?
Think it yourself.
Sekian. Salam revolusi. Merdeka!
Komentar
Posting Komentar