Agan - agan dan aganwati yang terhormat, well... Setelah beberapa lama vakum di dunia blog akhirnya admin beserta kroni - kroninya hadir di sini dengan topik yang cukup keren, yaitu mengenai perbandingan - Fall in Love vs Learn of Love.
Dua kata yang sudah umum sekali di khalayak masyarakat, bahkan sudah beberapa kali menjadi bahan pembicaraan baik di dalam sebuah forum diskusi online maupun offline. Namun terkadang kita lebih memfokuskan hanya kepada fall in love saja. Mengapa demikian? Banyak faktor yang dapat mempengaruhinya, diantaranya faktor lingkungan, media, dan faktor keluarga. Di samping itu masih banyak lagi. Padahal jika dipikir - pikir Learn of Love adalah sesuatu yang tidak kalah pentingnya. Bahkan kenyataannya jauh lebih penting dibandingkan Fall in Love.
Berikut artikel yang mungkin dapat memperkuat statement mengapa Learn of Love itu penting:
Banyak orang yang beruntung bisa jatuh cinta pada seseorang, dan membangun hubungan yang kuat dari situ. Tetapi banyak pula pasangan yang mendapati bahwa cinta harus dipupuk dan dipelajari. Bagi mereka yang masih mencari pasangan, sulit untuk menentukan, apakah harus menunggu hingga jatuh cinta pada seseorang, ataukah berkomitmen dengan seseorang Anda yang kenal dan belajar mencintai.
Louise Rafkin, penulis buku Other People's Dirt, banyak mewawancarai pasangan-pasangan dan mengisahkan kisah cinta mereka di kolom mingguan di harian San Francisco Chronicle. Ia mempertanyakan dua pilihan tersebut, dan bagaimana mendapatkannya dalam kolom Modern Love di harian The New York Times.
"Bertahun-tahun saya sendiri telah melalui pengalaman berkencan, bertemu seseorang, lalu tak punya siapa-siapa, hingga berkencan lagi. Namun saya masih punya pertanyaan, bagaimana orang tahu dengan pasti bahwa pasangan mereka adalah yang terbaik? Atau mereka tidak tahu, dan hanya memutuskan?" katanya.
Penelitian Rafkin lalu memperkenalkannya pada sejumlah pasangan. Beberapa di antaranya berkenalan ketika duduk berdampingan di atas pesawat, atau ketika terlibat dalam kecelakaan kecil. Pasangan-pasangan ini mengalami kisah cinta pada pandangan pertama. Satu pasangan menikah bahkan menjalin hubungan akibat masalah di imigrasi, dan meskipun pernikahan diawali tanpa cinta, perasaan ini tumbuh berkat persatuan mereka.
Dalam pengamatan Rafkin, pasangan ini terlihat bahagia dan saling mencintai, seperti halnya pasangan kekasih lainnya. Karena itu Rafkin percaya bahwa keputusan untuk belajar mencintai memang layak dicoba. Jika tidak mencoba, Anda tak pernah tahu bila ternyata pria yang Anda kenal itu memiliki sifat-sifat dan latar belakang yang Anda inginkan, bukan?
Untuk Anda yang terbiasa membina hubungan setelah jatuh cinta terlebih dulu, konsep belajar mencintai ini memang akan sulit. Menurut Dr Robert Epstein, peneliti dan mantan pemimpin redaksi situs Psychology Today, konsep jatuh cinta berangkat dari kisah dongeng.
"Mereka menciptakan mitos yang sangat kuat. Mitos mengenai 'The One' adalah kekeliruan lain yang sangat merusak. Kita percaya bahwa 'The One' sudah dipersiapkan untuk kita, asal kita bisa menemukannya. Begitu kita menemukanThe One, kita mengira dia tidak akan pernah berubah, dan begitu pula kita," papar Epstein.
Mitos ini, menurutnya tak baik untuk dijadikan pegangan. Sebab, hal itu memengaruhi cara kita menyeleksi calon pasangan. Jika Anda berpikir Anda mencintai seseorang, Anda jatuh cinta dengan versi ideal dari orang tersebut. Anda jatuh cinta dengan rasa cinta itu sendiri. Ketika harapan-harapan kita dirusak, entah karena pasangan kita selingkuh, atau menjadi gendut, atau tak mau lagi berhubungan dengan kita, kita menjadi marah dan depresi. Kita jarang mau berusaha untuk memelihara hubungan itu sendiri.
Ketika kita menerima bahwa metode pencarian kita terhadap cinta tidak berhasil, masih adakah cara lain yang bisa memberikan hasil?
Menurut Epstein, 60 persen dari perkawinan di dunia ini diatur oleh orangtua, atau mak comblang. Kemungkinan, setengah dari perkawinan ini berjalan karena orang-orang di dalamnya belajar untuk saling mencintai, seiring berjalannya waktu.
Daya tarik fisik memang penting, khususnya pada awal hubungan. Namun Anda juga perlu tahu bagaimana membedakan nafsu dari cinta. "Ketika ketertarikan fisik terlalu kuat, hal itu bisa membutakan. Banyak orang yang mengira mereka sedang jatuh cinta, sebenarnya hanya bernafsu," tutur penulis buku The Case Against Adolescenceini.
Anda perlu menerima bahwa tidak ada Mr Right yang ditakdirkan untuk kita, begitu pula konsep tentang soulmate. Anda perlu membuka mata di sekitar Anda dengan wawasan baru, asumsi baru, dan ketrampilan baru.
"Saya tidak percaya Anda bisa jatuh cinta pada orang yang sama sekali tidak Anda kenal, tapi memang ada orang-orang yang bisa menciptakan cinta yang awet," kata Epstein. "Kita perlu berpikir apakah kita percaya bahwa cinta itu sesuatu yang gaib, sesuatu yang mistis, yang tidak dapat kita kontrol; ataukah ada cara bagi kita untuk belajar mencintai."
Cinta yang penuh hasrat, telah menjadi komoditi, yang dijual kepada kita oleh para pembuat film, penulis novel, dan pengarang lagu. Sayangnya, hal itu dijual pada kita dengan cara yang tidak realistis dan tidak dapat dijangkau oleh kebanyakan orang.
Dikutip dari: http://female.kompas.com/read/2010/10/21/19093232
Nah, apakah statement di atas masih kurang memuaskan dan tidak bisa dijadikan alasan logis? Memang pada dasarnya kita sebagai manusia juga tidak bisa lepas dari yang namanya hawa nafsu. Jika kita berpikir cerdas kita pasti akan bijak dalam mengambil keputusan dalam kehidupan kita. Come on guys, buat sedikit perubahan dalam hidup kita, terutama dalam hal ini, kita jangan terus menerus bergantung pada sesuatu yang sia - sia, karena telah dijelaskan di atas bahwa ketertarikan kita pada seseorang terkadang dapat membahayakan kita sendiri, dan membuat kita terus dikendalikan oleh hawa nafsu kita sendiri. Use your mind, guys, karena keinginan hati yang salah itulah yang membuat kita terjerumus.
Sekian caci-maki dan wejangan dari admin, kalau ada yang tidak berkenan di hati pembaca blogger harap dimaafkan. Sekian dan Terima Kasih. Salam BCI!
Komentar
Posting Komentar