Langsung ke konten utama

[Story] Arti Kehidupan dan Mujizat Tuhan

Cerita ini merupakan salah satu cerita peninggalan zaman SMA, tetapi patut di simak:



Hidup adalah tantangan, Hidup adalah keindahan, Hidup adalah tragedi, Hidup adalah tugas, Hidup adalah impian, Hidup adalah perlombaan, Hidup adalah janji, Hidup adalah perjalanan, Hidup adalah anugrah, Hidup adalah kegembiraan, Hidup adalah kesempatan, Hidup adalah pemberian, Hidup adalah cinta, Hidup adalah perjuangan, Hidup adalah …….


Begitu banyak arti kehidupan itu, Begitu banyak maknanya. Kalau diibaratkan bagaikan satu kata tapi berjuta arti. Itulah hidup.


Hidup hanya sekali, tidak bisa diperpanjang. Hanya Tuhanlah sang pemilik hidup. Karena itu hidup itu tak boleh disiakan. Seperti dalam suatu perkataan orang bijak, hidup takkan kembali, jangan kau tangisi. Artinya jangan disesali, karena sesuatu yang telah lewat tak akan bisa kembali lagi. Penyesalan atas sesuatu yang telah lewat tidak akan ada gunanya lagi.


Hidup mungkin terkadang pahit, mungkin juga begitu menyulitkan. Semuanya pasti pernah mengalami yang namanya kepahitan, penderitaan, kesedihan. Begitu pula yang dialami oleh Anggy. Dia harus berjuang melawan penyakitnya, yang sudah dideritanya selama bertahun – tahun lamanya. Beginilah ceritanya,






Anggy seorang yang cukup pandai di kelasnya. Tak ayal teman – temannya sering minta bantuan padanya kalau ada kesulitan terutama mengenai masalah pelajaran. Begitu pula Wira. Wira memang sangat dekat dengan Anggy, namun teman – temannya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Wira dan Anggy sendiri juga tidak mempermasalahkan hal tersebut. Semua itu dianggap hal yang biasa – biasa saja.


Wira juga termasuk cukup pandai di kelasnya. Kadang ia dan Anggy saling berbagi bantuan, baik itu masalah pelajaran, maupun masalah pribadi yang mereka alami. Wira tidak menganggap Anggy sebagai rival, walaupun sebenarnya kadang - kadang mereka berdua selalu berkompetisi dan bersaing.


Pagi itu Anggy dan Wira bertemu di sebuah pelabuhan. Anggy tampak pucat, maklum beberapa hari kemarin Anggy sempat tidak masuk karena sakit.


Wira sendiri merasa bingung dan prihatin dengan keadaan Anggy yang seperti itu. Terlebih setelah dia mengetahui keadaan Anggy yang sebenarnya. Sebelum Anggy jatuh sakit pun Wira sempat merasakan firasat yang kurang mengenakkan. Hal itu juga ditandai dengan semakin jarangnya Anggy berkomunikasi dengan Wira. Wira sendiri bingung, mengapa Anggy jarang menghubunginya, baik lewat telepon, email, ataupun pesan singkat. Bahkan kalau bertemu, Anggy hanya sebatas menegur, tapi jarang ngobrol dengan Wira seperti biasanya.


Dalam hatinya Wira terus – terusan berpikir, dan terus mencari penyebab semua itu, hingga akhirnya dia menemukan titik terang. Wira akhrinya mengetahui keadaan Anggy yang sebenarnya. Itupun setelah beberapa hari yang lalu dia pergi ke rumah sakit dan kebetulan Anggy juga dirawat di rumah sakit itu. Tetapi hal itu dia sembunyikan dari Anggy. Dan belakangan Wira pun tahu, Anggy juga berusaha menyembunyikan semua itu darinya.


Saat itu Wira mengantar salah seorang teman pamannya yang kecelakaan ketika Wira pulang sekolah. Beruntung lukanya tidak begitu parah hingga ia berhasil diselamatkan oleh dokter. Saat Wira berjalan – jalan di sekitar koridor rumah sakit dia tekejut. Dia melihat Anggy sedang di bawa ke sebuah ruangan.


Wira bergegas mengikuti orang – orang yang sedang membawa Anggy tersebut. Tetapi sialnya dia hanya bisa berhenti di sisi ruangan karena suster tidak mengizinkan dia masuk. Ternyata tidak hanya itu yang membuat dia khawatir. Dia makin khawatir sebab ternyata ruang yang dimasuki Anggy adalah ruang IGD. Akhirnya Wira terpaksa menunggu hingga salah satu anggota keluarga Anggy keluar.


Beberapa jam kemudian nampaklah kakaknya Anggy keluar dari IGD. Dia bernama Anton. Wirapun lalu bertanya kepada Anton tentang keadaan Anggy. Namun Anton tidak menjawab. Setelah beberapa kali Wira bertanya, barulah Anton menjawab.


“Dia baik – baik saja. Tenanglah”

“Apa yang terjadi padanya?”

“Dia masih dalam tahap pemeriksaan oleh Dokter, nanti kita tunggu hasilnya”

“Oh... Baiklah”


Tetapi Wira merasa aneh dengan apa yang dikatakan kakaknya Anggy tersebut. Rasa penasaran Wira pun muncul. Kemudian dia terus menunggu di ruangan itu, namun sayangnya pamannya Wira terburu – buru memanggil Wira agar segera kembali ke ruangan awal.

Dalam hatinya dia kecewa tidak bertemu Anggy, namun apa boleh buat, lagipula dia datang ke Rumah Sakit itu hanya untuk mengantar teman pamannya tersebut. Tidak untuk kepentingan lain.


Hari berikutnya Wira datang lagi ke Rumah Sakit itu, untuk mencari tahu keadaan Anggy. Beruntung dia bisa masuk ke ruangan itu setelah mendapat izin.


Beberapa ruangan telah ia lalui, hingga ruangan yang paling pojok. Itulah ruangan tempat Anggy di rawat. Wira bergegas menuju ruangan itu, namun mendadak ia tersentak kaget. Di dalam ruangan itu ternyata dia mendengar suara tangisan Anggy.


“Sebenarnya apa yang terjadi…” Batin Wira.


Wira benar – benar kebingungan sama sekali. Akhirnya setelah lama berpikir, akhirnya dia paham. Dia mengerti kenapa sikap Anggy akhir – akhir ini semakin aneh. Ternyata karena penyakit yang dialaminya itu.


Sekitar setengah jam kemudian Wira baru beranjak dari tempat itu. Akhirnya dia bertemu dengan Dokter Teguh, Dokter yang merawat Anggy. Wira kemudian menanyakan pada Dokter tersebut mengenai penyakit yang dialami oleh Anggy tersebut.


“Maaf Pak… Saya temannya Anggy, begini saya mau bertanya, sebenarnya Anggy terkena penyakit apa?”

“Maaf, Dik. Saudari Anggy tidak ingin siapapun tahu tentang penyakit yang dia alami, dia ingin hanya keluarganya saja yang tahu. Itu pesannya”

“Saya janji Pak, saya tidak akan membocorkannya kepada siapapun. Lagipula saya teman baiknya, Pak”

“Baiklah, kalau memang adik bersikeras. Kita akan bicarakan di ruangan saya”

“Panggil saja saya Wira”

“Iya. Makasih, Dik Wira”


Wira bersama Dokter Teguh menuju sebuah ruangan. Di situlah Dokter itu menceritakan tentang penyakit Anggy. Setelah mendengar penjelasan dari Dokter itu Wira terkejut. Ternyata dugaannya selama ini memang benar.


“Kanker, Dok??”

“Iya benar. Memang dahulu saudari Anggy pernah diperiksa sebelumnya dan dia didiagnosa terkena Hepatitis B. Tapi entah mengapa penyakitnya itu malah menjadi semakin parah”

“Benarkah?”

“Mau tidak mau terpaksa dia harus menjalani terapi setiap seminggu sekali. Tapi kita beruntung dia saat ini sudah pulih meskipun gejalanya bisa saja terjadi lagi. Besok dia sudah diperbolehkan pulang”


Ternyata benar, esoknya Anggy diperbolehkan pulang, walaupun kankernya belum sembuh.

Sejak saat itu Wira merasa prihatin dengan keadaan Anggy tersebut. Dia berpikir apakah ada harapan Anggy bisa selamat. Wira benar – benar khawatir.


Kembali ke Pelabuhan tempat mereka berdua bertemu. Wira merasa heran dengan keadaan Anggy yang makin pucat dari yang sebelumnya. Wira tahu, mungkin itu karena penyakit yang dia alami, namun Wira sendiri hanya berpura – pura tidak tahu. Tetapi karena rasa kasihannya, Wira terpaksa menanyakan pada Anggy tentang penyakitnya, walaupun sebenarnya Wira tahu.


“Anggy, ada sesuatu yang harus aku bicarakan”

“Ada apa sih?”

“Sebenarnya kenapa akhir – akhir ini kau jadi murung seperti itu. Kau bahkan jarang menghubungi aku. Kau juga kelihatannya pucat… Dan juga tentang penyakitmu kemarin… Sebenarnya apa yang terjadi? ”

Anggy terdiam.

“Ayo jawab pertanyaanku.. Sebenarnya apa yang kau sembunyikan dari aku..?”

“Memangnya kenapa…”

“Aku kan hanya ingin tahu… Jangan khawatir”

Anggy terdiam beberapa saat, setelah itu tiba – tiba ia menangis. Wira mendadak kaget.

“Anggy, ada apa…??”

“Jujur kau pasti sedih saat ku mengatakan hal yang sebenarnya..”

“Kenapa? Apa yang terjadi?”

“Aku sebenarnya ingin sekali membuatmu senang, aku ingin sekali membuatmu bahagia, karena itu aku tidak mau kau tahu tentang hal ini”

“Tidak apa – apa. Aku janji apapun masalahmu aku pasti akan membantumu”

Anggy pun menceritakan tentang penyakitnya. Sesuai dengan apa yang dikatakan Dokter Teguh.

“Jadi begitulah ceritanya. Karena itu aku tidak mau menceritakannya padamu. Benar – benar menyedihkan bagimu”

“Maafkan aku, Anggy. Sebenarnya aku juga tahu tentang penyakitmu. Hanya saja aku merahasiakannya”

“Benarkah?”

“Benar”

“Wira, aku mengerti kau mau membantuku, tapi kau tahu aku tidak mungkin akan sembuh, karena penyakit ini sudah tergolong kronis. Tidak ada harapan lagi bagiku, seandainya saja aku tidak mengalami cobaan yang begitu berat seperti ini. Kenapa hidupku seperti ini. Aku merasa Tuhan memang tidak adil”

Wira terdiam sejenak. Kemudian dia mengatakan sesuatu kepada Anggy.

“Kau tahu, terkadang aku juga merasakan hal yang demikian. Aku selalu merasa kenapa hidupku selalu seperti ini. Aku mencoba berdoa dan terus berdoa meminta kehidupan yang lain. Hingga akhirnya Tuhan menjawabnya lewat mimpi – mimpiku”

Anggy terdiam pula.

“Aku pernah bermimpi berada di suatu tempat yang sangat indah. Tempat yang damai, jauh dari segala pertikaian, jauh dari segala peperangan. Burung – burung bebas berterbangan, mencari makan tanpa ada rasa khawatir ada pemburu yang ingin menangkap mereka. Di tempat itu aku merasa bebas, merasa bahagia, namun …”

“Namun apa?”

“Aku mengerti. Sungguh Tuhan benar – benar adil. Di mana ada kelebihan di situ ada kekurangan. Memang tempat itu penuh dengan keindahan, perdamaian, atau semua yang sesuai dengan apa yang kita inginkan, namun di situ kita tidak akan pernah bertemu dengan orang – orang yang menyayangi kita, orang – orang yang ada di sekeliling kita. Semuanya akan lenyap, aku akan kehilangan kau, kau pun juga akan kehilangan aku. Jelas aku tidak ingin seperti itu. Aku tidak mau kehilangan orang – orang yang aku sayangi, termasuk kau”

“Sungguh…?”

“Lagipula percayalah, Anggy. Kau pasti akan sembuh, asalkan kau yakin kepadaNya”

“Terima kasih, Wira”


Tak berapa lama setelah itu Anggy mendadak pingsan. Wira tersentak kaget, begitu pula orang – orang yang ada di sekitar tempat itu. Mereka bergegas mengangkat Anggy ke sebuah mobil untuk membawanya ke rumah sakit. Wira sendiri berusaha menghubungi keluarganya Anggy.

DI koridor rumah sakit Wira hanya bisa duduk diam menunggu pemeriksaan dari pihak Dokter selesai. Setelah beberapa jam menunggu akhirnya Dokter yang merawat Anggy keluar. Dan kali ini Dokter itu adalah Dokter Teguh.


“Bagaimana keadaannya, Pak?”

“Kondisi kesehatannya semakin menurun. Ini benar – benar aneh. Kemungkinan penyebabnya karena kelelahan. Sebenarnya dia terlalu memaksakan diri”

“Maksudnya?”

“Kemarin sebenarnya penyakitnya masih belum pulih benar, tapi dia memohon untuk segera dibawa pulang. Kami memberikan izin, dengan syarat jangan terlalu banyak melakukan aktivitas, tetapi kelihatannya semuanya terlambat. Tampaknya tidak berapa lama lagi...”

“Ini tidak mungkin... Aku tidak percaya”

“Detak jantungnya saat ini melemah dan dia mengalami sesak nafas. Kami terpaksa menggunakan alat bantu pernafasan dan infus”


Wira benar – benar tegang. Dalam hatinya dia terus – terusan berdoa agar Anggy diberikan kesembuhan. Tidak berapa lama setelah itu orang tuanya Anggy juga datang, tampak mereka juga tegang.


Suasana menjadi bertambah tegang sekarang.


Anton, Kakaknya Anggy, menghampiri Wira.

“Tampaknya kau teman baiknya Anggy”

“Benar, Kak”

“Terima kasih kau telah menolongnya”

“Tapi….  Aku ragu kalau ia bisa diselamatkan”

“Ya. Aku juga berpikir demikian. Sebenarnya dia sudah lama sakit – sakitan sejak masih berumur 7 tahun”

“Benarkah”

Dokter Teguh mendatangi Wira dan Anton.

“Kelihatannya dia mengalami komplikasi. Disamping hepatitis dan kanker, dia juga mengalami peradangan pada paru – paru”

“Pantas saja” kata Anton.

“Tapi saat ini dia sudah siuman. Walaupun masih belum dikatakan sembuh, tapi kalian boleh menemui dia saat ini”


Wira, Anton, dan keluarga Anggy yang lain kemudian masuk ke dalam ruang tempat Anggy dirawat. Terlihat Anggy benar – benar terkulai lemas dengan jarum infus di lengannya. Dia tersenyum saat menatap Wira datang bersama Anton dan orang tuanya. Sedikit demi sedikit dia mulai mengucapkan beberapa kata.


“Wira….. Kak… Anton”

Wira menatap Anggy dengan penuh iba.

“Beristirahatlah. Jangan bicara dulu. Kesehatanmu masih belum pulih”

“Tidak apa – apa… Saya sudah pasrah dengan keadaan saya…”

Wira terdiam.

“Tenanglah, Anggy. Kau jangan berpikir seperti itu. Kau masih bisa diselamatkan. Aku percaya itu. Aku akan terus berdoa hanya untuk kamu”

“Tapi….”

“Ingat. Tuhan pasti akan memberimu kesembuhan. Ia tidak akan membiarkanmu terus – terusan mengalami cobaan. Bukankah kau sendiri yang mengatakan Tuhan itu baik kepada semua orang?”

“Kuakui selama ini ku telah banyak salah kepadamu. Aku telah… mengecewakanmu… Aku telah mengecewakan keluargaku… teman – temanku… dan aku juga telah mengecewakan Tuhan. Aku sungguh menyesal…”

“Tuhan pasti akan memaafkanmu. Percayalah…”

“Wira… Terima kasih banyak… Kau telah banyak membantuku..”


Lagi  - lagi setelah itu Anggy merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Diapun mendadak pingsan. Wira terpaksa memanggil Suster. Tak berapa lama setelah itu Susterpun datang.


“Maaf, saudari Anggy harus kami tangani dahulu. Kelihatannya kondisinya menurun lagi”

Wira dan keluarganya Anggy keluar. Tampaknya keadaan Anggy sudah benar – benar kritis. Detak jantungnya pun lemah.


Dokter yang memeriksa pun hanya bisa mengeleng - gelengkan kepalanya. Anggy rupanya mengalami koma. Orang tua Anggy kemudian berunding. Mereka berencana membawanya berobat ke luar negeri. Namun Wira tidak setuju, karena dengan kondisinya yang seperti itu tak mungkin ia bisa dibawa ke luar negeri. Anggy saat itu benar – benar kritis. Sedangkan Wira sendiri hanya bisa berdoa.


“Tak ada yang bisa dilakukan lagi… Ya Tuhan… Aku benar – benar menyayanginya. Aku tak mau kehilangan dia. Dia adalah penguasa hatiku yang sesungguhnya” Batinnya.


Air matanya menetes.


Tidak berapa lama Wira menatap kembali ruangan tempat Anggy dirawat. Dia mengintip ke dalam. Alangkah terkejutnya dia. Terlihat pengukur detak jantungnya kembali normal. Wira kemudian memanggil Dokter. Setelah diperiksa, Dokter Teguh sepertinya lega.


“Kenapa?”

“Ini benar – benar keajaiban. Detak jantungnya telah pulih. Bahkan setelah diperiksa kanker dan penyakitnya yang lain, hasilnya negatif”


Wira tidak menduga. Ini sungguh mujizat Tuhan! Dia sangat kegirangan dan mengatakan puji Tuhan berpuluh – puluh kalinya.


Tidak hanya Wira, keluarga Anggy pun ikut berbahagia atas kejadian tersebut. Dan akhirnya setelah itu kondisi Anggypun pulih. Sebagai ucapan syukur, beberapa hari kemudian keluarga Anggy mengadakan kebaktian.


Sehari sesudah kebaktian itu Anggy dan Wira berada di pantai. Di tengah derasnya arus air laut, Anggy menceritakan sesuatu kepada Wira.


“Kau tahu, saat aku sakit aku bermimpi berada di sebuah tempat yang sangat gelap. Aku berjalan menuju seberkas cahaya, di situ tempatnya sangat indah. Seperti yang pernah kau katakan itu, tetapi aku mendadak mendengar suara teriakanmu. Aku jadi berbalik arah. Kemudian aku juga mendengar suara. Suara itu mengatakan bahwa belum saatnya aku ke tempat itu”

“Benarkah..”

“Itu benar”

“Aku jadi teringat subtema natal kemarin”

“Apa isinya?”

“Semua isinya berkaitan dengan apa yang kau alami saat ini. Dalam artian itu adalah kesimpulan dari semua ini”

“Apa itu?”

“Hidupmu berharga bagi Allah”.






***

Yapp.... Mungkin sesuai dengan lagu ini:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#CatatanCakrawala - Sebuah Perjalanan Tak Terduga di Hulu Kabupaten Kapuas #Masuparia

Desa Masuparia Masupa Ria, adalah salah satu Desa yang berada di hulu Kapuas, tepatnya di hulu Sungai Mendaun anak Sungai Kapuas. Sekedar Informasi Desa terujung di Sungai Kapuas adalah Tumbang Bukoi, dan Desa yang berada di Muara Sungai Kapuas adalah Desa Batanjung. Keduanya berada di Kabupaten Kapuas, kabupaten yang wilayahnya memanjang dari hilir sampai ke hulu Kapuas. Tapi bukan Kapuas di Pontianak, tetapi di Kalimantan Tengah (biar ga typo hehe). Desa ini juga berada di daerah perbukitan yang merupakan jajaran Pegunungan Schwaner dan Muller, sehingga Masupa Ria juga termasuk dalam Jantung Kalimantan (Heart of Borneo). Di daerah ini juga terdapat areal pedulangan emas yang materialnya diambil dari kaki Gunung Puti/Masupa. Di tempat ini juga terdapat 3 Air Terjun dengan tinggi sekitar 100 meter.

#CatatanCakrawala - Monumen Tambun Bungai #Throwback #ExploreGunungMas

Monumen Tambun Bungai Monumen Tambun Bungai, merupakan satu dari benda cagar budaya bersejarah yang ada di Kabupaten Gunung Mas, sekaligus juga salah satu destinasi Wisata Budaya yang memiliki daya tarik tersendiri. Tambun Bungai, ini diambil dari nama dua orang tokoh legenda Suku Dayak, yakni Tambun dan Bungai. Legenda dan cerita rakyat Tambun Bungai sangat dikenal masyarakat setempat sebagai asal usul manusia di bumi Kalimantan Tengah. Tambun Bungai menjadi ikon Kalimantan Tengah, yakni Bumi Tambun Bungai, dan diambil sebagai nama jalan di beberapa kota di Kalimantan Tengah. Oke, sekarang kita akan mencoba melakukan perjalanan kembali ke "akar"

#CatatanCakrawala - Panorama Pasir Putih, Air Terjun Bumbun dan Tugu Equator Tumbang Olong #ExploreMurungRaya

Bukit Pasir Putih, mungkin juga disebut Bukit Tengkorak, adalah salah satu bukit yang cukup tinggi di jalur HPH yang menghubungkan daerah Uut Murung dan Muara Bumban. Ketinggiannya hampir mencapai >200an mdpl, tidak jauh dari situ terdapat Air Terjun Bumbun berketinggian sekitar 80 meter dan Desa Tumbang Olong yang merupakan ibukota Kecamatan Uut Murung. Di sanalah terdapat Tugu Khatulistiwa karena letaknya tepat di atas garis Khatulistiwa, dengan kata lain tempat tersebut jika diambil garis lurus maka sejajar dengan Kota Pontianak di Kalimantan Barat.  Titik kulminasi yaitu saat Matahari berada di atas garis Khatulistiwa (sekitar tanggal  21-23 Maret dan 21-23 September), juga terjadi di Tugu Equator Tumbang Olong ini, walaupun mungkin berbeda jam dengan Tugu yang di Pontianak. Pada saat itu bayangan kita akan tidak terlihat selama beberapa detik, karena Matahari akan berada tepat di atas kepala kita. Jarak tempuh menuju Kecamatan Uut Murung ini cukup jauh, sekitar 120 km,